Waspada RSV pada Anak: Bisa Sebabkan Bronkiolitis hingga Risiko Asma

Ilustrasi bayi terkena infeksi RSV. (foto:gettyimages/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Dokter spesialis anak Dr. Ian Suryadi Suteja, M.Med Sc, Sp.A menjelaskan tanda-tanda infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada anak yang perlu diwaspadai, seperti hidung tersumbat, keluarnya ingus (rinore), demam, batuk, dan sesak napas.
“Pada anak kecil, infeksi RSV dapat mengganggu proses menyusu atau makan, sehingga berat badan biasanya menurun,” ujar dr. Ian dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Ian menjelaskan, gejala RSV memang mirip dengan batuk pilek biasa. Namun, infeksi ini berpotensi lebih berbahaya bila dialami oleh bayi prematur atau anak berusia di bawah dua tahun, karena dapat berkembang menjadi infeksi berat pada paru-paru.
“Infeksi RSV bisa ringan seperti batuk dan pilek biasa, tetapi juga bisa berat hingga menyebabkan bronkiolitis dan membutuhkan oksigen,” ujarnya.
Menurutnya, anak di bawah dua tahun yang datang dengan keluhan batuk, demam, dan sesak napas disertai bunyi mengingau seperti suara napas penderita asma hampir pasti disebabkan oleh RSV. Diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan swab PCR.
Tingkat keparahan infeksi menentukan penanganan. Kasus ringan dapat dirawat jalan, sedangkan kasus berat memerlukan perawatan inap.
Pencegahan Melalui Imunisasi dan Etika Batuk
Dr. Ian yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat sebagai upaya pencegahan RSV.
“RSV bisa menyerang siapa saja. Jadi, ketika batuk jangan menutup dengan kedua tangan di depan, tetapi arahkan ke siku bagian dalam,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya vaksinasi RSV bagi ibu hamil trimester akhir (usia kehamilan 32–36 minggu). Vaksin ini dapat melindungi ibu dan bayi karena antibodi yang dihasilkan akan ditransfer melalui plasenta.
“Vaksin tersebut membuat ibu menghasilkan antibodi terhadap RSV, dan antibodinya akan diteruskan ke bayi,” tambahnya.
RSV Menyerang Paru dan Sebabkan Sesak Nafas
Lebih lanjut, dr. Ian menjelaskan bahwa RSV merupakan penyebab utama lower respiratory tract infection (LRTI) atau infeksi saluran napas bagian bawah. Gejalanya meliputi sesak napas, penurunan saturasi oksigen, hingga gangguan paru serius.
Virus ini bisa menyerang semua usia, namun paling berbahaya bagi bayi prematur, anak dengan berat badan lahir rendah, serta anak dengan penyakit jantung bawaan, paru kronis, Down syndrome, atau gizi buruk.
“Anak di bawah enam bulan berisiko sangat tinggi mengalami infeksi paru berat akibat RSV,” ujarnya.
Dampak Jangka Panjang: Gangguan Otak hingga Risiko Asma
Dampak RSV tidak berhenti setelah anak sembuh. Pada kasus berat, virus ini dapat menurunkan kadar oksigen hingga menyebabkan kejang akibat kekurangan oksigen, yang berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak.
“Kalau anaknya sampai kejang, otaknya bisa mengalami kerusakan, yang akhirnya mempengaruhi tumbuh kembang,” ungkap dr. Ian.
Ia menambahkan, anak yang pernah mengalami bronkiolitis akibat RSV memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi terkena asma di kemudian hari. “Jadi, bukan hanya infeksi sesaat, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang,” ujarnya.
Gejala asma yang muncul setelah infeksi RSV dapat berupa batuk di malam hari, mudah sesak saat berlari, atau napas berbunyi mengi.
Infeksi RSV bisa terjadi kapan saja, terutama saat cuaca tidak menentu. Oleh karena itu, orang tua disarankan untuk menjaga kebersihan lingkungan, memenuhi asupan gizi anak, dan segera memeriksakan anak ke dokter bila mengalami batuk pilek disertai sesak napas.
Dengan deteksi dini dan perawatan tepat, risiko komplikasi akibat RSV dapat ditekan, sehingga tumbuh kembang anak tetap optimal. (hm16)






















