Jembatan Lama Porsea Dibongkar, Warga Toba Harap Dibangun Kembali sebagai Jembatan Kembar

Jembatan lama di Porsea yang dibongkar. (foto:nimrot/mistar)
Toba, MISTAR.ID
Kegembiraan warga Kabupaten Toba atas selesainya pembangunan jembatan baru di Jalan Lintas Sumatra harus pupus seketika. Pasalnya, setelah jembatan baru rampung, jembatan lama Porsea langsung dibongkar, menyisakan kekecewaan karena harapan akan jembatan kembar yang bisa mengurai kemacetan tak terwujud.
Warga Porsea, M Sitorus, mengatakan bahwa meskipun jembatan lama sudah berusia lebih dari 50 tahun dan layak dibongkar, pembangunan jembatan kembar seharusnya dapat segera dilakukan.
"Setiap hari ribuan kendaraan melintas. Selain sebagai akses vital, jembatan Porsea juga punya nilai sejarah penting sejak Perang Dunia II. Sudah selayaknya dibangun kembali dengan desain yang apik dan fungsional," ujarnya, Sabtu (20/9/2025).
Sejarah yang Tak Boleh Dilupakan
Warga Balige, M Simanjuntak, menambahkan bahwa jembatan Porsea seharusnya tidak hanya dilihat dari fungsinya sebagai infrastruktur transportasi, tetapi juga sebagai monumen sejarah.
"Jembatan Porsea pernah menjadi akses utama pengangkutan logistik dan perebutan strategis pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Jika tidak dibangun kembar, maka nilai historisnya bisa hilang begitu saja," ucapnya.
Pemkab Toba Ajukan Pembangunan Jembatan Kedua
Menanggapi keluhan masyarakat, Camat Porsea, Edward Sidabutar, mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Toba telah mengajukan permohonan pembangunan jembatan kedua kepada Balai Jalan Provinsi Sumatera Utara.
“Permohonan sedang kita proses. Argumen dan alasan pembangunan jembatan kedua sedang digodok agar diterima oleh pihak Balai Jalan. Utamanya tentu untuk mengurai kemacetan dan menjaga nilai historis jembatan ini,” katanya.
Jembatan Porsea memang menjadi penghubung penting antarkabupaten dan bagian dari jalur vital distribusi logistik di kawasan Tapanuli. Dengan hanya satu jembatan aktif saat ini, arus kendaraan berisiko tersendat.
Catatan Redaksi: Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan bukan hanya kebutuhan fungsional, tetapi juga nilai historis dan aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. (nimrot/hm27)