Gaun Sayur Siswa SMA Kusuma Bangsa Labura Memukau di Lomba PKK Provinsi

Foto bersama Kasek SMAS Kusuma Bangsa bersama dengan para siswinya. (foto:istimewa/mistar)
Labura, MISTAR.ID
Siapa sangka sayur-mayur yang biasanya hadir di dapur bisa berubah menjadi gaun memukau di atas panggung? Itulah yang ditampilkan oleh para siswa SMA Swasta Kusuma Bangsa Londut di Desa Parpaudangan dalam Lomba Aku Hatinya PKK tingkat Provinsi Sumatera Utara, Kamis (28/8/2025).
Kepala SMA Kusuma Bangsa, Patar Lumbantoruan, menyebut bahwa ide busana sayur ini berawal dari permintaan sederhana Bu Camat Kualuh Hulu yang meminta sekolah menampilkan busana berbahan dasar sayuran, buah, dan daun konsumsi dalam lomba tersebut.
“Tantangan itu kami sambut dengan semangat. Bersama guru dan siswa, kami ubah ide tersebut menjadi karya nyata,” ujar Patar.
Tiga Hari Merangkai Sayur Jadi Gaun Elegan
Dalam waktu hanya tiga hari, para guru dan siswa bekerja sama merancang dan merangkai aneka sayuran hijau, buah segar, dan dedaunan menjadi gaun yang bukan hanya unik, tapi juga elegan. Salah satu tokoh utama di balik rancangan ini adalah Joya, siswi berprestasi yang sebelumnya pernah meraih Juara 1 FLS2N bidang kriya tingkat Kabupaten Labuhanbatu Utara.
“Joya kami percayakan sebagai salah satu desainer utama. Ia benar-benar menghidupkan konsep ini lewat kreativitas dan ketekunan,” ucap Kepala Sekolah.
Tampil Memukau di Hadapan Bupati dan Tim Penilai
Karya tersebut sukses mencuri perhatian saat tampil di hadapan Bupati Labuhanbatu Utara H. Hendri Yanto Sitorus, Ketua TP PKK Labura Hj. Rama Dhona Sihotang, serta tim penilai dari Medan. Penonton pun dibuat takjub saat melihat bahwa gaun indah itu sepenuhnya terbuat dari bahan dapur sehari-hari.
Bupati pun memberikan apresiasi tinggi atas kreativitas para siswa.
“Kami bangga melihat inovasi luar biasa ini. Kreativitas anak-anak muda seperti inilah yang bisa membawa nama baik daerah,” ujar Bupati disambut tepuk tangan meriah.
Lebih dari Sekadar Lomba
Busana berbahan sayur ini bukan hanya sekadar karya lomba. Ia menjadi simbol kolaborasi antara masyarakat, sekolah, dan pemerintah desa dalam membangun inovasi berbasis kearifan lokal.
“Kami ingin tampil tidak hanya cantik di atas panggung, tapi juga menyampaikan pesan bahwa kreativitas bisa tumbuh dari mana saja—bahkan dari seikat sayur di kebun belakang rumah,” tutur Patar. (sunusi/hm27)