Serapan Anggaran Simalungun Terkapar (4-Habis): Pengamat Desak Pemkab Bergerak Cepat

Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara, Elfenda Ananda. (foto:susan/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara (Sumut), Elfenda Ananda, menyoroti rendahnya serapan anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun yang hingga pertengahan tahun ini baru mencapai 26 persen. Ia menilai capaian tersebut sangat minim mengingat saat ini sudah memasuki semester kedua tahun anggaran 2025.
“Cukup disayangkan jika realisasi anggaran Pemkab Simalungun baru 26 persen. Ini sudah memasuki semester pertama. Artinya, enam bulan masa anggaran telah berlalu,” ujar Elfenda saat diwawancarai, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, realisasi yang telah tercapai kemungkinan besar hanya berasal dari kegiatan rutin Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan belanja pegawai, sementara dari sisi pembangunan masih stagnan.
Akademisi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini memahami jika proses transisi politik pasca-Pilkada menjadi salah satu faktor penghambat. Kepala daerah yang baru menjabat harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), menyelesaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta melaksanakan realisasi anggaran semester pertama sebagai bagian dari kewajiban administrasi.
Namun, ia menegaskan kondisi tersebut bukan alasan untuk tidak menjalankan APBD murni.
“Bukan berarti APBD murni tidak bisa dijalankan. Meskipun harus menyesuaikan visi dan misi kepala daerah baru yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), program yang relevan tetap bisa dijalankan tanpa menabrak aturan,” ucap Elfenda.
Ia juga menyoroti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mendorong efisiensi anggaran. Menurutnya, efisiensi harus diarahkan kepada belanja prioritas, termasuk percepatan program pembangunan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.
“Problemnya hampir sama di banyak daerah daya serap anggaran rendah, karena enggan melaksanakan kegiatan yang ada di APBD murni. Akibatnya, masyarakat lambat menerima hasil pembangunan, belanja daerah tersendat, dan perputaran uang di daerah melambat,” katanya.
Elfenda mengingatkan agar pemkab tidak menahan dana yang sudah tersedia, baik yang bersumber dari transfer pusat maupun pendapatan asli daerah. Ia mendorong percepatan pelaksanaan program melalui tahapan yang jelas, seperti tender dan pengadaan barang dan jasa.
“Pemkab bisa menyiasati dengan tetap menjalankan program yang layak dan relevan sesuai kondisi saat ini. Jangan sampai proses birokrasi memperlambat pembangunan yang seharusnya segera dirasakan masyarakat,” tuturnya. (gideon/hm16)