Sengketa Lahan SMAN 5 Siantar: Pemerintah Kalah di Pengadilan Hingga Kronologinya

SMAN 5 Siantar. (f: dok/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Sengketa lahan SMA Negeri 5 Pematangsiantar antara keluarga mendiang Hermawanto Lee alias Yempo—pemilik PT Detis Sari Indah (DSI)—dengan pemerintah, akhirnya dimenangkan oleh pihak keluarga.
Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar mengabulkan gugatan yang diajukan terhadap Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut), Dinas Pendidikan Sumut, dan kepala sekolah terkait.
Meski para tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan, hasilnya justru memperkuat putusan PN. Kini, perkara tengah bergulir di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Awal Mula Sengketa
Sengketa ini bermula dari rencana tukar guling (ruislag) lahan pada tahun 2006. Dalam kesepakatan tersebut, Hermawanto Lee akan menyerahkan beberapa aset kepada Pemko, termasuk lahan di Jalan Medan yang kemudian menjadi lokasi SMA Negeri 5.
Sebagai imbalannya, Hermawanto akan menerima lahan SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 yang terletak di pusat kota.
DPRD Kota Pematangsiantar pun memberi ‘lampu hijau’ atas rencana itu melalui surat persetujuan resmi tahun 2007 berisi persetujuan pelepasan lahan seluas 24.621 meter persegi milik pemerintah.
Saat itu, Walikota Robert Edison Siahaan menginstruksikan agar siswa baru kelas X SMA Negeri 4 mulai belajar di gedung yang dibangun PT DSI di Jalan Gunung Sibayak. Dinas Pendidikan juga mengarahkan kepala sekolah agar mengikuti arahan tersebut.
Namun, gelombang penolakan datang dari masyarakat dan pelajar. Ratusan siswa SMA Negeri 4 dan SD Negeri 122350 menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, memblokade Jalan Sutomo, dan menuntut agar rencana tukar guling dibatalkan.
“Waktu itu kota seperti lumpuh. Hampir tiap hari ada demo. Suasana benar-benar kacau,” kata Christy Sirait, alumni SMA Negeri 4, mengenang kejadian pada Sabtu (25/1/2025).
Akhirnya, di tengah tekanan publik yang massif, Pemko membatalkan kesepakatan tukar guling. Proses belajar mengajar dikembalikan ke lokasi semula.
Meski gagal tukar guling, PT DSI tetap mengizinkan lahan di Jalan Medan digunakan sebagai lokasi SMA Negeri 5 secara pinjam pakai tanpa sewa, mempertimbangkan kelangsungan pendidikan siswa.
Pada 2017, kewenangan pengelolaan SMA berpindah ke Pemprov Sumut. Pemerintah sempat berencana membeli lahan tersebut dengan nilai Rp40,7 miliar. Sayangnya, PT DSI menghitung nilai tanah mencapai Rp49 miliar, dan tidak tercapai kesepakatan. Surat-surat yang dikirim PT DSI ke Pemprov Sumut pada 2019 pun tak kunjung mendapat balasan.
Karena tak kunjung mendapat respons, Henny Lee—putri Hermawanto Lee—menggugat ke PN Pematangsiantar dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp58,1 miliar. Ia juga meminta para tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp50 juta per hari jika lalai melaksanakan putusan berkekuatan hukum tetap.
Dalam amar putusannya, PN Pematangsiantar mengabulkan gugatan dan memerintahkan tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi sebesar Rp40.751.400.000 (empat puluh miliar tujuh ratus lima puluh satu juta empat ratus ribu rupiah) kepada Henny Lee.
Apabila tidak dilaksanakan, hakim juga membuka opsi agar proses belajar mengajar di SMA Negeri 5 dihentikan dan lahan diserahkan dalam kondisi kosong. (gideon/hm20)