Komunitas Seni Pekanbaru Olah Limbah Plastik Jadi Karya Upcycle di JBAF 2025

Adhari Donora (kanan), perwakilan komunitas seni Non Blok Sikuleleng dari Pekanbaru saat mengikuti JBAF 2025 di Medan. (foto:susan/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Bagi Adhari Donora, perwakilan komunitas seni Non Blok Sikuleleng asal Pekanbaru, Riau, plastik bukan sekadar sumber masalah, tetapi potensi yang belum dikelola dengan bijak.
“Plastik itu kan salah satu teknologi yang diciptakan manusia untuk mempermudah kehidupan. Tapi karena fasilitas dan sistem kita tidak mumpuni, akhirnya jadi masalah,” ujar Adhari, Selasa (21/10/2025).
Bersama rekan-rekannya, lulusan Magister Studi Media dan Budaya UGM itu akan menampilkan karya upcycle dari limbah plastik dalam Jong Batak’s Arts Festival (JBAF) 2025 di Taman Budaya Medan. Melalui karya tersebut, mereka ingin menunjukkan cara sederhana mengolah sampah dari aktivitas sehari-hari.
“Bukan hanya plastik sebenarnya. Kaos, kain, semua itu konsumtif sifatnya. Nah, dari sana kita coba mengolah limbahnya, minimal yang kita punya,” katanya.
Komunitas Non Blok Sikuleleng aktif mengadakan workshop daur ulang bahan bekas menjadi produk baru yang bernilai guna. Salah satu bahan yang digunakan adalah asoy (kantong plastik kresek), istilah populer di Sumatera.
Langkah kecil seperti ini dinilai mampu meningkatkan kesadaran lingkungan dan kreativitas anak muda. Produk yang dihasilkan pun beragam, seperti sling bag (tas selempang) dari plastik daur ulang.
“Produk upcycle itu justru dicari karena satu desain hanya untuk satu orang. Setiap barang punya karakter dan arsip personal,” jelas Adhari. Nilai jualnya bisa meningkat tergantung pada tingkat kesulitan dan makna personal yang melekat di dalamnya.
Meski kreatif, mereka masih menghadapi kendala modal dan penggunaan listrik yang besar. Menurut Adhari, akan lebih efisien jika ke depan komunitasnya bisa berkembang menjadi home industry.
Ia juga menyoroti dampak industri fast fashion yang menghasilkan limbah besar dan memperparah krisis lingkungan. Sebagai bentuk perlawanan, komunitasnya menerapkan praktik refuse dan remake, seperti membuat sablon sendiri, menjahit ulang pakaian lama, atau mendaur ulang bahan sisa.
“Sepatuku ini aja udah 15 tahun, ya udah aku tempel ini, begitu,” ujarnya sambil tersenyum.
“Artinya dari hal kecil dulu, gimana caranya membatasi konsumsi meskipun belum sepenuhnya.”
Dengan semangat tersebut, komunitas Non Blok Sikuleleng berupaya membuktikan bahwa seni dapat menjadi jalan untuk menyelamatkan lingkungan, dimulai dari kesadaran kecil di kehidupan sehari-hari. (hm16)
BERITA TERPOPULER









