Friday, November 7, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Kasus Keracunan MBG Tembus 5.626 Anak, Warga Desak Program Dievaluasi

Mistar.idSenin, 22 September 2025 14.56
journalist-avatar-top
kasus_keracunan_mbg_tembus_5626_anak_warga_desak_program_dievaluasi

Sejumlah siswa sekolah menengah pertama yang mengalami keracunan MBG di Kupang pada 22 Juli silam. (Foto: BBC/Mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah kini menuai sorotan tajam. Hingga September 2025, tercatat 5.626 kasus keracunan akibat konsumsi MBG terjadi di puluhan kota/kabupaten di 17 provinsi. Lonjakan signifikan ini menimbulkan desakan agar program dihentikan sementara untuk evaluasi menyeluruh, atau bahkan dialihkan anggarannya ke sektor pendidikan.

Pada akhir Juni lalu, kasus keracunan akibat MBG masih tercatat 1.376 anak. Namun hanya dalam tiga bulan, jumlahnya meningkat hampir empat kali lipat. Pekan lalu, peristiwa keracunan kembali terjadi di dua lokasi berbeda: lebih dari 300 anak di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (17/9/2025), dan 569 anak di Garut, Jawa Barat (18/92025).

Warga Mulai Was-Was, Usulkan Anggaran Dialihkan

Sejumlah orangtua mengaku khawatir anak-anaknya yang menjadi penerima MBG. Lina (42), ibu rumah tangga asal Makassar, menyebut program ini terburu-buru dan menimbulkan masalah baru. Menurutnya, menu MBG tidak selalu bergizi sesuai klaim pemerintah, bahkan ada yang berupa junk food seperti burger.

“Lebih baik dialihkan ke pendidikan yang benar-benar gratis tanpa pungutan. Urusan gizi biar orang tua yang atur, asalkan lapangan kerja dibuka seluas-luasnya,” ujarnya.

Pendapat senada datang dari Pras (40), orangtua murid asal Batang, Jawa Tengah. Ia menilai pengelolaan MBG masih banyak permainan dan rawan keterlambatan distribusi. “Sangat setuju kalau dialihkan untuk pendidikan. Kalau pun tetap berjalan, dapur MBG sebaiknya ada di sekolah agar lebih efektif,” katanya.

Sorotan Lembaga Kajian: Program Terlalu Terburu-Buru

Founder dan CEO Central for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih, menyebut keracunan MBG ibarat fenomena gunung es. Ia menilai jumlah kasus bisa jauh lebih banyak karena pemerintah belum memiliki dasbor pelaporan publik.

“Ambisi pemerintah menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada 2025 membuat program ini dilaksanakan terburu-buru. Akibatnya, tata kelola penyediaan hingga distribusi makanan tidak tertata dengan baik,” kata Diah.

Selain kasus keracunan, CISDI juga menyoroti penggunaan produk pangan ultra-proses dan susu berperisa tinggi gula dalam menu MBG, yang dinilai melanggar hak anak penerima manfaat. CISDI mendesak pemerintah menghentikan sementara program ini demi evaluasi total.

Pemerintah Bentuk Satgas KLB

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana membantah adanya surat-surat pertanggungjawaban yang beredar di sekolah, yang mewajibkan orangtua mengganti tray makan atau menutupi kasus keracunan.

Dadan memastikan pihaknya tengah melakukan evaluasi menyeluruh dengan membentuk Satgas Kejadian Luar Biasa (KLB). Ia mengakui sejumlah dapur penyedia makanan (SPPG) dihentikan sementara, seperti di Banggai dan Garut, sambil dilakukan perbaikan manajemen rantai pasok dan kualitas bahan baku.

“Pergantian supplier pun harus dilakukan hati-hati, tidak bisa sekaligus. Ke depan, setiap SPPG baru juga tidak boleh langsung melayani banyak sekolah, agar kualitas tetap terjaga,” jelasnya.

Anggaran Fantastis, Serapan Masih Rendah

Program MBG dialokasikan dari anggaran pendidikan sebesar Rp335 triliun, dengan APBN 2025 menyiapkan Rp71 triliun khusus untuk program ini. Namun hingga September 2025, realisasi anggaran baru Rp13,2 triliun atau setara 18,6%.

Meski pemerintah mengklaim jumlah penerima manfaat sudah mencapai 22 juta anak, CISDI menyebut angka itu sulit diverifikasi karena minimnya transparansi data.(*)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN