Dua Kepala Daerah di Malang Raya Masih Tunggu Regulasi Larangan Sound Horeg

Pemkab Malang mengukur intensitas suara yang dikeluarkan sound system di Desa Urek-urek, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. (Foto: Tribun/Mistar)
Jawa Timur, MISTAR.ID
Dua kepala daerah di Malang Raya, yakni Wali Kota Malang Wahyu Hidayat dan Bupati Malang M Sanusi, hingga saat ini belum mengambil sikap tegas terhadap fatwa haram sound horeg yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Keduanya menyatakan masih menunggu regulasi resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) sebelum mengambil langkah lanjutan.
Masih Tunggu Aturan Resmi dari Pemprov Jatim
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Menurutnya, keputusan final akan mengikuti regulasi dari Gubernur Jawa Timur.
"Kita sudah bahas bersama Pak Wakil Gubernur Emil Dardak. Nantinya, Gubernur akan mengeluarkan regulasi resmi. Jadi, kami akan mengikuti arahan tersebut," ujar Wahyu pada Rabu (16/7/2025).
Baca Juga: Buntut Fatwa MUI Boikot Produk Israel, KFC dan Burger King Centre Point Sepi, Richeese Factory Ramai
Meski belum mengambil langkah tegas, Pemkot Malang tetap memberikan imbauan kepada masyarakat agar kegiatan hiburan yang menggunakan sound horeg tetap menjaga ketertiban umum. Wahyu juga menambahkan akan turun langsung meninjau kegiatan masyarakat untuk melihat situasi secara langsung di lapangan.
"Selama ini kegiatan seperti bersih desa atau suroan berjalan tanpa masalah. Tapi saya akan lihat langsung apakah ada pelanggaran atau tidak," tambahnya.
Bupati Malang: Sound Horeg Bersifat Mubah, Asalkan Tak Melanggar Norma
Sementara itu, Bupati Malang, M Sanusi, menyatakan bahwa pihaknya juga masih menunggu arahan resmi dari Pemprov Jatim. Menurut Sanusi, penggunaan sound horeg sejatinya bersifat mubah atau diperbolehkan, selama tidak disertai aktivitas yang bertentangan dengan norma sosial atau keagamaan.
"Yang haram itu bukan sound-nya, tapi aktivitas yang menyertainya, seperti minuman keras atau tarian tidak sopan," tegas Sanusi.
Ia mendorong agar penggunaan sound system diarahkan ke kegiatan positif, seperti pengajian, resepsi pernikahan, atau acara tradisional yang sesuai dengan adat lokal.
"Gunakan sound horeg untuk kegiatan yang bermanfaat dan tidak menimbulkan keresahan. Mari kita jaga norma dan nilai-nilai budaya lokal," ucapnya.
Wakil Gubernur Jatim Soroti Dampak Negatif Sound Horeg
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menyoroti dampak negatif dari kegiatan sound horeg, terutama jika tidak diatur dengan baik. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap konten acara yang mengundang kontroversi, seperti tarian tidak senonoh di ruang publik.
"Kalau acaranya diisi tarian yang tidak sopan dan menimbulkan keresahan, apalagi di tempat umum, jelas itu tidak bisa dibenarkan," kata Emil.
Selain dari aspek moralitas, Emil juga menyinggung dampak infrastruktur yang kerap rusak akibat iring-iringan kendaraan sound horeg yang berukuran besar.
"Kalau sampai merusak portal desa atau gapura karena kendaraan tidak bisa lewat, jelas itu tidak bisa diterima," tegasnya.
Emil menyambut baik fatwa MUI Jatim yang mengharamkan sound horeg dan berharap kegiatan tersebut dapat diatur sesuai aturan pemerintah dan nilai agama.
Polresta Malang Kota Resmi Larang Sound Horeg
Sementara itu, pihak Polresta Malang Kota secara resmi melarang penyelenggaraan kegiatan sound horeg di wilayah hukumnya. Kabag Ops Polresta Malang Kota, Kompol Wiwin Rusli, menyatakan bahwa kegiatan tersebut kerap memicu keributan dan mengganggu kenyamanan warga.
"Sound horeg sudah resmi dilarang. Jika ada yang nekat, akan kami amankan," kata Wiwin.
Larangan ini dikeluarkan usai insiden kericuhan pada kegiatan karnaval di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, yang menggunakan sound horeg. (hm17)
NEXT ARTICLE
Ribuan Sarjana Penggerak Siap Dukung MBG