Thursday, July 3, 2025
home_banner_first
MEDAN

Prof Zainuddin: Konflik Yayasan Jadi Akar Dualisme di PTS

journalist-avatar-top
Rabu, 2 Juli 2025 19.38
prof_zainuddin_konflik_yayasan_jadi_akar_dualisme_di_pts

Pembina ABPPTSI dan Penasihat Aptisi Sumut, Prof Zainuddin .(foto:susan/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Sumut, Prof Zainuddin mengatakan konflik internal di tubuh yayasan kerap menjadi akar permasalahan serius di perguruan tinggi swasta (PTS). Perselisihan antar pembina, terutama di yayasan keluarga atau kelompok, dapat menjalar menjadi dualisme kepengurusan.

Menurut penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Sumut itu, secara hukum, otoritas tertinggi dalam yayasan PTS berada di tangan pembina.

Sesuai Undang-Undang Yayasan, pembina berwenang mengangkat pengurus dan pengawas dalam masa jabatan lima tahunan. Pengurus kemudian diberi mandat untuk menjalankan operasional kampus, baik itu universitas, sekolah tinggi, akademi, maupun institut.

“Apabila tidak ada harmonisasi di lingkungan pembina, maka terjadilah permasalahan. Jadi tuntut menuntut. Pecah di universitas,” katanya kepada Mistar, Rabu (2/7/2025).

Mantan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) l Sumut/Aceh yang kini menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Sumut itu mengklasifikasikan tiga model yayasan yang menaungi PTS.

Pertama, yayasan berbasis organisasi seperti Muhammadiyah, Al-Washliyah, atau Nommensen. Model ini dinilainya kuat secara struktural dan hukum karena tunduk pada sistem organisasi yang mapan.

Kedua, yayasan milik pribadi. Model ini juga relatif stabil karena kepemilikan tunggal meminimalisir konflik internal. Namun, menurutnya, persoalan pelik justru sering terjadi pada yayasan kelompok, yang dikelola oleh beberapa orang dari satu keluarga atau kelompok.

“Ini yang sering terjadi gesekan. Contohnya di UISU hari itu. Di ITM yang ditutup. Dan juga beberapa di daerah lain seperti di Jawa, Sumatera Barat, Surabaya,” tuturnya.

Terkait kisruh yang kini terjadi di Universitas Darma Agung (UDA), Zainuddin menilai permasalahan yang sama kembali berulang. Menurutnya, kondisi internal yayasan UDA yang sebagian besar masih dalam lingkaran keluarga besar almarhum TD Pardede berpotensi melahirkan tarik menarik kepentingan antar anggota.

“Ada yang masuk pembina, ada yang tidak masuk pembina. Sehingga anak-anak mereka itu menuntut agar dalam pengelolaan itu, mereka ikut bagian. Tapi kan ada akta notaris yang disahkan oleh kumham (Hukum dan HAM). Siapa pembina, itulah yang berhak. Dalam masa yang berlaku ya,” ujarnya.

Dia menekankan konflik di kalangan pembina bisa berujung pada munculnya dua kubu pengurus yang masing-masing mengangkat rektor atau pimpinan perguruan tinggi. “Harusnya pembina itu ada musyawarah dan mufakat. Agar tidak terjadi ego, tidak emosi. Harus berdamai,” tuturnya.

Dalam kondisi seperti itu, lanjutnya, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) sebagai otoritas akademik dapat mengambil langkah tegas. “LLDikti tidak punya wewenang di bidang yayasan. Tapi kalau secara akademik tidak berjalan karena konflik, LLDikti bisa menghentikan proses akademiknya,” ucapnya. (Susan/hm18)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN