Kontroversi AS Cabut Visa Mahmoud Abbas, PBB Terancam Pindah Markas?

Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berorasi di Majelis Umum PBB. (foto:ap/mistar)
Washington DC, MISTAR.ID
Amerika Serikat (AS) resmi menangguhkan hampir semua visa bagi pemegang paspor Palestina, termasuk mencabut visa Presiden Palestina Mahmoud Abbas beserta 80 delegasinya yang dijadwalkan hadir di Sidang Majelis Umum PBB 2025 di New York.
Kebijakan ini, seperti dilaporkan New York Times dan dikutip Reuters serta Anadolu Agency, Senin (1/9/2025), menuai kecaman luas dari komunitas internasional karena dinilai melanggar Perjanjian Markas Besar PBB–AS tahun 1947, yang mewajibkan Washington memberikan akses visa bagi semua perwakilan negara anggota maupun pengamat PBB.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio beralasan Palestina “merusak prospek perdamaian” karena mengupayakan pengakuan negara lewat jalur diplomasi internasional. Namun banyak pihak menilai kebijakan ini sarat motif politik dan memperlihatkan keberpihakan AS terhadap Israel.
Mengulang Sejarah 1988
Langkah kontroversial ini mengingatkan pada peristiwa 1988, ketika AS menolak visa bagi Yasser Arafat sehingga Majelis Umum PBB harus dipindahkan sementara ke Jenewa, Swiss. Saat itu, peristiwa tersebut justru memperkuat legitimasi Palestina di forum internasional.
Kini, langkah serupa kembali memicu pertanyaan serius: apakah PBB masih layak berkantor di New York bila tuan rumah dianggap tidak netral?
Wacana Pindah Markas
Sejumlah pihak mendorong pemindahan sidang Majelis Umum ke kota lain yang lebih netral, seperti Jenewa, Wina, atau bahkan ke negara-negara Selatan seperti Indonesia, Afrika Selatan, atau Brasil, sebagai simbol dunia multipolar.
Bagi negara-negara Selatan, termasuk Indonesia yang konsisten mendukung Palestina, momentum ini bisa menjadi kesempatan mendorong reformasi PBB sekaligus memastikan netralitas lembaga internasional tetap terjaga.
Langkah AS mencabut visa Abbas dan delegasinya bukan sekadar sengketa diplomatik, tetapi juga ujian besar bagi PBB apakah tetap menjaga prinsip netralitas global, atau tunduk pada politik satu negara. (**/hm16)