Sunday, June 22, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Terdakwa Kasus Relokasi Korban Erupsi Gunung Sinabung Tetap Dihukum Enam Tahun Penjara

journalist-avatar-top
Minggu, 22 Juni 2025 15.40
terdakwa_kasus_relokasi_korban_erupsi_gunung_sinabung_tetap_dihukum_enam_tahun_penjara

Terdakwa Susanto Ginting saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Medan. (f:deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Mahkamah Agung (MA) tetap menghukum Susanto Ginting, pengembang relokasi korban erupsi Gunung Sinabung tahun 2015 di hamparan Gang Garuda, Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, dengan pidana enam tahun penjara.

Dalam putusan kasasi No. 2839 K/Pid.Sus/2025, MA meyakini pria berusia 38 tahun itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek relokasi korban erupsi Gunung Sinabung yang merugikan keuangan negara sebesar Rp3,4 miliar.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Susanto Ginting oleh karena itu dengan pidana penjara selama enam tahun,” ucap Ketua Majelis Hakim Kasasi, Prim Haryadi, dalam amar putusannya yang dilihat Mistar, Minggu (22/6/2025).

Hakim Agung juga menjatuhkan hukuman denda kepada Susanto sebesar Rp300 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan satu bulan kurungan.

Tak hanya itu, MA juga membebankan Susanto untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya senilai Rp427 juta.

“Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar UP paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut,” tambah Prim.

Namun, lanjutnya, apabila Susanto tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar UP tersebut, maka diganti dengan hukuman penjara selama satu bulan.

“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar Prim.

MA menyatakan Susanto melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Putusan tersebut sama dengan putusan banding yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan sebelumnya. Hanya saja, penerapan pasal dalam menjatuhkan hukuman tidak sama dengan yang digunakan oleh PT Medan dan Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

Sebelumnya, kedua tingkat pengadilan tersebut menyatakan Susanto terbukti melanggar dakwaan subsider, yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus korupsi ini, diketahui ada dua terdakwa lainnya yang juga telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Kedua terdakwa tersebut adalah Susanti Br. Ginting alias Nande Putri selaku pengembang relokasi, dan Pelin Sembiring selaku eks Kepala Desa Guru Kinayan.

Susanti divonis enam tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar UP sebesar Rp2,1 miliar. Jika tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa. Apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi, hukuman diganti dengan pidana penjara dua tahun enam bulan.

Sementara itu, Pelin Sembiring dihukum satu tahun enam bulan penjara, serta denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Ia juga dibebankan membayar UP sebesar Rp88 juta. Jika tidak dibayar dalam waktu sebulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya akan disita untuk menutupi UP.

Jika tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara satu bulan.

Putusan terhadap Susanti dan Pelin kini telah berkekuatan hukum tetap, karena jaksa penuntut umum dan kedua terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding. (deddy/hm25)

REPORTER: