Wilmar Bantah Korupsi CPO Rp11,8 T, Sebut Dana Jaminan Hukum

Kejagung sita Rp11,8 triliun dugaan korupsi PT Wilmar Group (f:ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Wilmar International Limited akhirnya angkat bicara usai Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai Rp11,8 triliun yang dikaitkan dengan dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Uang tersebut, menurut Wilmar, merupakan dana jaminan yang ditempatkan oleh lima anak perusahaannya, bukan hasil korupsi seperti yang disampaikan Kejagung.
Dalam pernyataan resminya, Wilmar menjelaskan dana sebesar Rp11.880.351.802.619 atau sekitar USD729 juta itu diserahkan sebagai bentuk kepatuhan hukum atas proses banding yang sedang berjalan di Mahkamah Agung (MA), setelah sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan melepaskan lima anak perusahaan Wilmar dari segala tuntutan.
Kelima perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Mereka tergabung dalam perkara dugaan korupsi yang terjadi selama periode kelangkaan minyak goreng di Indonesia, yaitu antara Juli hingga Desember 2021.
“Penempatan dana jaminan tersebut menunjukkan itikad baik serta keyakinan kami bahwa seluruh kegiatan telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu,” jelas Wilmar, Selasa (17/6/2025).
Meski sempat dilepaskan dari dakwaan oleh Majelis Hakim karena dianggap bukan perbuatan pidana, Kejagung tetap mengajukan kasasi ke MA. Menurut Direktur Penuntutan Jampidsus, Sutikno, negara mengalami kerugian dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian terhadap perekonomian nasional totalnya mencapai Rp11,88 triliun.
Dana jaminan tersebut telah disetor oleh lima korporasi terdakwa pada 23 dan 26 Mei 2025 dan saat ini disimpan dalam rekening penampungan di Bank Mandiri atas nama Kejaksaan. “Uang ini akan dikembalikan jika Mahkamah Agung menguatkan putusan bebas Pengadilan Negeri. Namun, bisa disita seluruhnya bila putusan MA menyatakan Wilmar bersalah,” ujar Sutikno.
Dalam catatan Direktori Putusan MA, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, namun hakim menyatakan bahwa perbuatan mereka tidak memenuhi unsur tindak pidana. Meski begitu, muncul tudingan baru bahwa majelis hakim dalam perkara ini menerima suap, mendorong publik untuk menyoroti kembali integritas proses hukum yang sedang berlangsung.
Wilmar tetap menegaskan bahwa seluruh aktivitas bisnis mereka dilakukan tanpa niat koruptif dan mengaku akan terus kooperatif terhadap jalannya proses hukum. “Kami percaya sistem peradilan Indonesia akan menilai kasus ini secara objektif dan adil,” tutup pernyataan mereka. (*)