Sidang Kasus Anak Tiri Tewas di Medan, Dokter RSU Royal Prima Akui Tak Curigai Tanda Kekerasan

Dokter umum RSU Royal Prima Medan, Sofina, saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus penganiayaan anak tiri hingga meninggal dunia. (Foto: Deddy/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Sidang kasus penganiayaan anak tiri berinisial AYP hingga meninggal dunia yang menyeret terdakwa Zul Iqbal kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (27/10/2025) sore. Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi, yakni Sofina, dokter umum RSU Royal Prima Medan yang memeriksa jasad AYP, serta Dewi Lestari, istri terdakwa Zul.
Namun, pemeriksaan terhadap Dewi ditangguhkan karena ia mencabut sebagian berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian. Majelis hakim pun memutuskan untuk terlebih dahulu memeriksa penyidik yang menangani perkara tersebut sebagai saksi verbalisan.
Alasan Dewi mencabut sebagian keterangannya karena ia mengaku suaminya, Zul, dipukuli polisi di hadapannya dan anak-anaknya yang masih kecil sebelum diperiksa. Dewi merasa takut dan tertekan, sehingga mengiyakan setiap pertanyaan penyidik.
Baca Juga: Kematian Tragis Anak Tiri di Medan, Saksi Ungkap Ancaman Bunuh Diri hingga Dugaan Penyiksaan
Sementara itu, di hadapan majelis hakim yang diketuai Philip Mark Soentpiet, saksi Sofina menyampaikan bahwa dirinya tidak mencurigai adanya kejanggalan atas kematian AYP, meski korban sudah meninggal sebelum tiba di RSU Royal Prima Medan.
"Saat itu saya tidak mencurigai (adanya tanda-tanda kekerasan fisik), karena keluarga mengatakan korban mual, muntah, dan sakit perut. Ketika sudah meninggal saya sampaikan ke pihak keluarganya ini sudah meninggal pas sampai sini (rumah sakit)," ujarnya di Ruang Sidang Cakra 5 PN Medan.
Mendengar pernyataan tersebut, salah satu hakim anggota, Evelyne Napitupulu, tampak gusar dan mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) pemeriksaan medis yang dilakukan Sofina.
Evelyne juga menyinggung naluri profesional seorang dokter yang seharusnya curiga terhadap kondisi pasien yang sudah meninggal dunia sebelum pemeriksaan dilakukan. Ia pun menilai Sofina tidak menjalankan profesinya dengan baik dan tidak peduli terhadap keselamatan nyawa pasien.
Dalam kesaksiannya, Sofina mengaku tidak memperhatikan adanya lebam pada tubuh AYP, meski merasakan tubuh korban sudah dingin dengan bibir membiru.
"Korban datang bersama seorang laki-laki dan perempuan sekitar jam 18.00 WIB tanggal 25 Maret 2025 hari Selasa. Saat diperiksa sudah tidak bernyawa, matanya sudah kaku, bibirnya biru, kakinya kaku, dan badannya dingin. Saya yang membuat surat keterangan kematian," ucapnya.
Sofina menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan tanpa membuka pakaian korban. Ia hanya memeriksa alat vital, sehingga tidak memperhatikan adanya lebam di leher, tangan, atau bagian tubuh lainnya.
JPU Muhammad Rizqi Darmawan kemudian menunjukkan dokumentasi foto tubuh AYP yang memperlihatkan beberapa bagian tubuh korban tampak lebam. Namun, Sofina kembali menegaskan bahwa ia tidak memperhatikan detail tersebut saat pemeriksaan berlangsung.
"Enggak ada dibuka bajunya saat diperiksa, saya cuma cek alat vital saja. Perutnya membesar dan keras juga. Saya bilang ke ibunya mungkin, ya, mungkin, ini meninggalnya karena ada gangguan pencernaan. Ini harus dilakukan visum untuk memastikan kematiannya," katanya.
Di luar persidangan, penasihat hukum Zul, Hari Irwanda, menilai keterangan saksi Sofina semakin memperkuat keyakinan bahwa kliennya tidak bersalah melakukan penganiayaan yang menewaskan AYP.
(hm17)
PREVIOUS ARTICLE
20 RT di Jakarta Terendam Banjir Akibat Luapan Sungai Ciliwung






















