Pemalsuan Surat: Lie Yung Ai Dihukum Lebih Berat dari Notaris dan Pelaku Utama


Lie Yung Ai bersama PH-nya saat jumpa pers seusai membacakan putusan di PN Medan. (Foto: Deddy/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Lie Yung Ai, terdakwa kasus pemalsuan surat, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan. Majelis hakim yang diketuai Philip Mark Soentpiet menyatakan Lie terbukti melanggar Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas vonis tersebut, penasihat hukum Lie, Sarma Hutajulu, mengaku kecewa. Ia menilai pengadilan yang seharusnya menjadi tempat mencari keadilan, kini sulit memberikan keadilan.
"Kami melihat pengadilan sebagai tempat mencari keadilan sudah mati dan tidak ada lagi hati nurani penegak hukum. Sebab, dalam pertimbangan hakim, Ibu Lie hanya membayar akta Rp10 juta, yang lain tidak ada, pertimbangan hanya itu," ucap Sarma kepada wartawan di PN Medan, Rabu (30/10/2025) petang.
Sarma menilai hukuman yang dijatuhkan kepada Lie telah mencederai rasa keadilan, karena Lie yang hanya bekerja sebagai kasir dihukum lebih berat dibanding aktor intelektual dan notaris.
"Apa yang dialami Ibu Lie saat ini adalah potret penegakkan hukum di Indonesia. Orang yang tidak punya kuasa apa pun tidak mendapatkan keadilan. Sonny Wicaksono sebagai pelaku utama divonis enam bulan penjara. Adi Pinem sebagai notaris dihukum satu tahun enam bulan. Herniati sebagai notaris divonis tiga tahun penjara. Sementara, Ibu Lie yang hanya disuruh membayarkan pembuatan akta sebagai bendahara perusahaan dihukum empat tahun penjara," ujarnya.
Pihaknya keberatan dengan putusan hakim dan akan menempuh jalur banding ke Pengadilan Tinggi Medan, karena Lie mendapatkan hukuman paling berat.
Sementara itu, Lie mengaku syok dan sedih setelah mendengar putusan hakim, serta mempertanyakan kualitas penegakan hukum di Indonesia.
"Saya sangat syok dengar putusan hakim. Kenapa saya yang hanya juru bayar (kasir) tidak menikmati apa pun dijatuhi hukuman empat tahun. Sedangkan pembuat akta cuma tiga tahun penjara, serta Sonny yang menyuruh dan menggunakan hanya enam bulan penjara. Padahal, dia (Sonny) yang menyuruh dan menggunakan data untuk kepentingan dia sebagai direktur utama. Kenapa hukuman saya paling tinggi? Saya tidak mengerti, hukum apa di Indonesia ini," ucapnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumut menuntut Lie lima tahun penjara, sedangkan Herniati yang diadili bersamaan dituntut empat tahun enam bulan penjara.
Dikutip dari dakwaan, Adi Pinem bersama Lie dan Karim Tano Tjandra (berkas terpisah) diduga memalsukan dua akta penting di Kantor Notaris Adi Pinem, Jalan Kolonel Sugiono No. 10-B, Medan Maimun, pada 2020.
Surat diduga dipalsukan dengan membuat akta bertanggal mundur, yaitu Akta No. 57 tanggal 29 Oktober 2001 dan Akta No. 58 tanggal 29 November 2001 untuk memberi legalitas palsu terhadap kepemilikan dan susunan pengurus PT Perkharin.
Proses pemalsuan berawal dari pertemuan antara Karim dan Sonny yang membahas sengketa saham PT First Mujur Plantation & Industry. Karim kemudian meminta Adi untuk membuat akta dengan mencantumkan data fiktif dan tanggal yang dimundurkan, meski akta-akta tersebut tidak memiliki dasar dokumen sah atas kepemilikan saham oleh Karim.(hm17)
























