Friday, October 3, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Inspektorat Siantar Sebut Tiga SK Kadishub Soal Area Parkir di RSVI Cacat Prosedur

Jumat, 3 Oktober 2025 20.59
inspektorat_siantar_sebut_tiga_sk_kadishub_soal_area_parkir_di_rsvi_cacat_prosedur

Pegawai Inspektorat Pematangsiantar, Antonrin Simanjuntak, saat diperiksa sebagai ahli di Pengadilan Tipikor Medan. (foto: deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Inspektorat menyebut tiga Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pematangsiantar yang ditandatangani Julham Situmorang soal penutupan area trotoar dan parkir tepi jalan di depan Rumah Sakit Vita Insani (RSVI) cacat prosedur dan cacat substansi.

Tiga SK dimaksud yang diberikan ke pihak RSVI, yaitu SK No. 017/500.11.33.1/1504/V-2024 tanggal 3 Mei 2024 tentang Izin Penutupan Area Trotoar dan Parkir Tepi Jalan Umum Renovasi Cover Depan RSVI Pematangsiantar.

Kemudian, SK No. 017/500.11.33.1/1970/VI-2024 tanggal 27 Juni 2024 dan SK No. 017/500.11.33.1/2341/VII-2024 tanggal 29 Juli 2024 tentang Perpanjangan Waktu Rekomendasi Penutupan Area Trotoar dan Parkir Tepi Jalan Umum Renovasi Cover Depan RSVI Pematangsiantar

Ini terungkap saat pegawai Inspektorat Pematangsiantar, Antonrin Simanjuntak, diperiksa sebagai ahli dalam sidang kasus pungutan liar (pungli) retribusi parkir di Rumah Sakit Vita Insani (RSVI) pada Mei–Juli 2024 senilai Rp48,6 juta yang menjerat terdakwa Julham Situmorang selaku mantan Kadishub Pematangsiantar.

"SK cacat prosedur dan cacat substansi, karena di sana (SK) ada bahasa dikali Rp300 per hari. Padahal, penyetoran parkir di sana bukan Rp300 ribu per harinya. Sehingga, SK tersebut berdasar," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (3/10/2025) petang.

Dijelaskan dia, dalam ketiga SK tersebut, ada ketentuan yang dilanggar, seperti SK langsung diteken Julham. Kata Anton, SK tidak boleh langsung diteken Julham, melainkan harus menggunakan atas nama Wali Kota Pematangsiantar.

"Ada ketentuan yang dilanggar, sehingga ada penyalahgunaan wewenang. Karena dia (SK) lintas sektoral, maka harusnya pakai atas nama wali kota dan dia suratnya harus dikoordinasikan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Pematangsiantar," ujarnya.

Ia mengatakan, pihak RSVI sebenarnya tidak wajib membayar kompensasi atas penutupan area parkir karena renovasi gedung RSVI sebagaimana yang diminta Julham melalui ketiga SK tersebut.

"Tidak ada kewajiban RSVI untuk menutup dan membayar potensi parkir. Tidak ada aturannya sampai sekarang RSVI harus membayar (kompensasi). Ini masalahnya RSVI-nya lalai karena memohon petunjuk ke Dishub terkait lokasi parkir," kata Anton.

Kepala Bagian Hukum di Sekretariat Daerah Pematangsiantar, Edi Sutrisno, saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Medan. (foto: deddy/mistar)

Dia pun menerangkan, pihaknya mengaudit soal penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Julham dan pungutan di luar ketentuan. Meski begitu, kata Anton, kasus ini bisa diselesaikan secara administrasi asal memenuhi syarat dan ketentuan.

"Sesuai hasil pemeriksaan kami, kesalahan administrasi dan pungutan di luar ketentuan yang mengakibatkan kerugian. Kita rekomendasikan untuk dikembalikan uangnya ke RSVI. Sampai dengan saat ini saya belum lihat pembatalan SK-nya," katanya.

Senada dengan Anton, Edi Sutrisno selaku Kepala Bagian Hukum di Sekretariat Daerah Pematangsiantar yang diperiksa sebagai saksi mengatakan, ketiga SK tersebut ilegal dan memiliki dasar hukum.

"Karena, ada redaksi (di SK) potensi parkir harus diberikan kepada Tohom Lumban Gaol (Manajemen Lalu Lintas Angkutan Darat di Dishub Pematangsiantar), bukan ke kas daerah. SK juga dibuat tidak sesuai dengan tata naskah dinas, maka harus dibatalkan," kata Edi.

Menurutnya, ketiga SK tersebut hanya bisa dibatalkan oleh atasan Julham langsung, yakni Wali Kota Pematangsiantar. Edi menyebut pihaknya tidak ada memanggil pihak RSVI untuk memberikan klarifikasi soal parkir ini.

"Kadishub bisa menandatangi surat keterangan, surat keluar, dan surat perintah. Kalau SK harusnya memakai atas nama wali kota, bukan tanda tangan langsung dari Pak Julham. SK tidak dibenarkan dikeluarkan oleh Dishub," tuturnya.

Setelah memeriksa Anton dan Edi, majelis hakim yang diketuai Muhammad Kasim menunda dan akan kembali melanjutkan persidangan, Senin (6/10/2025), dengan agenda keterangan ahli.

Dakwaan primer, Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian dakwaan subsider, Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN