Hakim PN Medan Tegur Wartawan Ambil Foto Sidang, Pengacara Pemalsu Surat Kuasa Divonis 22 Bulan Bui

Hakim PN Medan, Monita Honeisty Br. Sitorus (tengah), saat membacakan putusan terhadap terdakwa Zaka Nur Alamsyah Ritonga (kanan) dan terdakwa Hartono (kiri). (Foto: Deddy/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Monita Honeisty Br. Sitorus, menegur wartawan saat hendak mengambil foto sidang putusan kasus pemalsuan surat kuasa yang menjerat dua terdakwa, salah satunya pengacara.
Mulanya, Monita yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim membuka persidangan di Ruang Sidang Cakra 9 PN Medan, Selasa (28/10/2025) sore, lalu mulai membacakan putusan.
Di tengah-tengah pembacaan, awak Mistar yang duduk di kursi pengunjung mencoba mengambil foto sebagai bagian dari kerja jurnalistik.
Melihat awak Mistar mengangkat gawai dan memotret, Monita tiba-tiba berhenti membaca putusan. Ia menegur awak Mistar dan mempertanyakan maksud pengambilan foto tersebut.
Awak Mistar pun menjelaskan dirinya seorang wartawan. Namun, Monita menegaskan bahwa wartawan tetap harus meminta izin terlebih dahulu kepada majelis hakim jika ingin mengambil foto, meski sidang terbuka untuk umum. Padahal, di sidang tuntutan sebelumnya, Monita tidak menegur awak Mistar meski mengambil foto tanpa izin.
"Pak, foto-foto ada apa, Pak? Iya, kalau wartawan izin, mau atau enggak kami dipublikasikan. Nanti jadi viral yang enggak-enggak," ucap Monita dengan nada cukup keras sambil menatap tajam.
Karena ditegur, awak Mistar segera menurunkan gawai dan menghentikan pengambilan foto. Monita kemudian melanjutkan pembacaan putusan hingga selesai.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menjatuhkan hukuman 22 bulan penjara kepada Zaka Nur Alamsyah Ritonga, pengacara, dan Hartono, seorang buruh bangunan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Zaka Nur Alamsyah Ritonga dan terdakwa Hartono dengan pidana penjara selama satu tahun dan 10 bulan (22 bulan)," ujar Monita di hadapan para terdakwa.
Hakim menyatakan kedua pria berusia 45 tahun itu terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat kuasa berdasarkan Pasal 263 ayat (1) Jo. Pasal 55 Jo. Pasal 56 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
"Keadaan memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan saksi korban, mereka berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan tidak mengakui perbuatannya," kata Monita.
Sedangkan keadaan yang meringankan, menurut hakim, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Mendengar vonis, terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septian Napitupulu menyatakan menerima putusan tanpa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.
Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan JPU sebelumnya, yang meminta dua tahun penjara. Menurut JPU, perbuatan terdakwa memenuhi unsur Pasal 263 ayat (2) Jo. Pasal 55 Jo. Pasal 56 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kedua.
Kasus bermula saat saksi Suprapto dan Endi Baktiar berada di Kantor Law Office Mangara Manurung, Gedung Forum Nine, Jalan Imam Bonjol No. 9 Medan, pada Jumat (20/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB. Mereka tengah melengkapi berkas untuk menghadapi gugatan perdata dari Hartono No. 421/Pdt.G/2024/PN.Lbp di PN Lubuk Pakam.
Saat itu, saksi Widya Kasih Batubara menunjukkan surat kuasa sebanyak lima lembar yang mencantumkan 35 orang memberi kuasa kepada Hartono pada 30 Juni 2013. Setelah dibaca, diketahui ada beberapa nama yang dikenali, termasuk Mhd. Jasim alias Jasin dan Rusman alias M. Rusman.
Kedua orang tersebut sebelumnya menerima ganti rugi dari Suprapto dan Endi pada 3 Agustus 2009, namun nama mereka tercantum memberi kuasa kepada Hartono. Suprapto dan Endi kemudian bertemu kedua orang itu, yang mengaku tidak pernah memberikan kuasa, dan meminta mereka membuat surat pernyataan.
Berdasarkan hal tersebut, Suprapto dan Endi yakin tanda tangan serta sidik jari Jasim dan Rusman diduga dipalsukan, lalu melaporkan kasus ini ke Polrestabes Medan. (hm27)
BERITA TERPOPULER


























