Friday, October 31, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Harga Cabai Meroket di Sumut, Pengamat UISU: Pedagang Tradisional Nyaris Tak Punya Ruang Spekulasi

Mistar.idJumat, 31 Oktober 2025 15.56
FN
AA
harga_cabai_meroket_di_sumut_pengamat_uisu_pedagang_tradisional_nyaris_tak_punya_ruang_spekulasi

Pengamat Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menilai bahwa ruang bagi pedagang tradisional untuk melakukan spekulasi harga cabai nyaris tidak ada. (Foto: dokumen Gunawan Benjamin/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kenaikan harga cabai merah di Sumatera Utara (Sumut) yang sempat menembus Rp100.000 per kilogram memicu dugaan adanya permainan harga oleh spekulan. Namun, Pengamat Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menilai bahwa pedagang tradisional nyaris tidak memiliki ruang untuk berspekulasi terhadap harga cabai.

Menurut Gunawan, cabai merupakan komoditas cepat busuk, sehingga pedagang tidak mungkin menimbunnya dalam waktu lama untuk mencari keuntungan.

“Normalnya cabai milik pedagang hanya mampu bertahan 2 hari mempertahankan kesegarannya. Karena kalau sudah lewat dua hari harga cenderung bisa lebih murah hingga Rp15.000 per kg di level pengecer,” ujar Gunawan, Jumat (31/10/2025).

Ia menjelaskan, spekulan yang ingin menimbun cabai membutuhkan fasilitas penyimpanan dingin (cold storage) agar cabai tetap layak jual. Namun, dari hasil pengamatan di lapangan, Gunawan menyebut pedagang di Pasar Induk Lau Chi maupun pasar tradisional lainnya di Sumut tidak memiliki fasilitas tersebut.

“Penumpukan stok yang ada biasanya hanya karena barang tidak habis terjual, jumlahnya pun tidak signifikan. Lebih baik pedagang menjual cabai di hari yang sama ketimbang menyimpannya dan menanggung risiko penurunan kualitas,” katanya.

Gunawan menegaskan, ruang untuk spekulasi harga di tingkat pedagang tradisional sangat kecil, karena mereka justru bisa rugi besar akibat barang yang cepat rusak.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa spekulan yang benar-benar mampu “bermain harga” hanyalah pihak yang memiliki modal besar dan kontrol penuh terhadap rantai pasok.

“Spekulan semacam itu harus punya investasi di mesin pendingin, lahan pertanian yang luas, akses distribusi pupuk dan pestisida, bahkan kendali atas harga pokok produksi (HPP). Tapi saya belum menemukan model pedagang cabai konglomerasi seperti itu di Sumut,” paparnya.

Dengan demikian, Gunawan menyimpulkan bahwa kenaikan harga cabai di Sumut lebih disebabkan oleh mekanisme pasar dan fluktuasi pasokan, bukan permainan harga oleh pedagang tradisional. (hm27)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN