Babak Baru Sengketa Lahan HGU PT BSP yang Diklaim Lembaga Adat

Tim BPN dan Polres Asahan saat melakukan pengecekan di lahan HGU yang diklaim Lembaga adat. (Foto: Perdana/Mistar)
Asahan, MISTAR.ID
Persoalan sengketa lahan antara PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (PT BSP) dengan kelompok masyarakat yang mengatasnamakan lembaga adat di kawasan Kuala Piasa Estate, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan, memasuki babak baru.
Tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Asahan bersama Polres Asahan turun langsung ke lokasi pada Kamis (23/10/2025), untuk melakukan peninjauan dan penentuan titik batas lahan yang dipermasalahkan.
Tim gabungan memeriksa lima titik area yang menjadi objek perkara. Kegiatan ini disaksikan langsung oleh perwakilan perusahaan, aparat desa, pihak lembaga adat, serta anggota kelompok penggarap yang mengklaim lahan tersebut sebagai tanah warisan nenek moyang mereka.
Dari pihak perusahaan, hadir Yudha Andriko selaku Head Division Eksternal Affair & Public Relation PT BSP Kisaran, Al Haris Nasution selaku Manager External Relations, Ahmad Munawir sebagai Manager Kebun Kuala Piasa Estate, serta sejumlah staf operasional dan perwakilan hukum perusahaan.
Baca Juga: Sengketa Lahan Bakkara dan Sinaga di Simalungun, Pemindahan Kuburan Jadi Titik Persoalan Baru
Sementara dari BPN Asahan, hadir Muhammad Satrio, Kristiadi Wicky Orlando, Elfizar, dan Emil selaku tim pengukuran dan penata kadastral. Turut pula menyaksikan kegiatan tersebut Kapolsek Prapat Janji AKP Delfa Sitepu, Kepala Desa Padang Sari Budi Manurung, serta Ketua Lembaga Adat Abdul Azril Lubis bersama anggota kelompok penggarap.
Pihak BPN atau Polres Asahan belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil pemeriksaan di lapangan. Mereka menyebut, proses identifikasi dan klarifikasi data masih berlangsung untuk memastikan keabsahan batas lahan yang disengketakan.
Pihak PT BSP menyebut bahwa aktivitas penggarapan dan pelarangan panen oleh kelompok warga telah mengganggu kegiatan operasional perusahaan selama hampir satu bulan terakhir.
“Operasional panen kami sempat terhenti akibat adanya pelarangan dari kelompok masyarakat yang mengklaim lahan tersebut sebagai tanah adat. Kondisi ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan,” ucap Yudha Andriko dalam keterangannya kepada wartawan.
Tim Legal PT BSP menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksananya, proses pembaharuan atau perpanjangan HGU tidak menghapus hak hukum perusahaan atas lahan tersebut.
“Selama proses administrasi berlangsung, tanah yang termasuk dalam wilayah HGU tetap berada di bawah penguasaan perusahaan, sehingga PT BSP memiliki hak prioritas memperpanjang izin pengelolaan lahan sesuai mekanisme yang berlaku,” tutur Yudha.
Sebelumnya, petugas keamanan dari PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) menertibkan sejumlah barak liar milik kelompok masyarakat penggarap di kawasan Kebun Estate Kuala Piasa, Desa Piasa Ulu, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan, Jumat (17/10/2025) lalu.
Penertiban ini sempat diwarnai ketegangan dan adu mulut antara petugas kebun dan masyarakat yang mengaku sebagai ahli waris dan Lembaga adat atas lahan seluas 300 hektar tersebut.
Masyarakat penggarap tetap bersikukuh mereka adalah ahli waris sah atas lahan tersebut berdasarkan SKT Nomor 37 Tahun 1934. Mereka juga mengklaim telah membayar pajak sebagai bukti kepemilikan sah.
“Ini tanah kelahiran kami, tanah opung kami. Surat-surat kami lengkap. Kami sudah siapkan pengacara,” ujar Mawardi Manurung, salah satu perwakilan masyarakat. (hm20)
























