Thursday, August 7, 2025
home_banner_first
SAINS & TEKNOLOGI

Gen Z Curhat ke ChatGPT soal Mental Health, CEO OpenAI: Ini Bisa Berbahaya

journalist-avatar-top
Kamis, 7 Agustus 2025 09.19
gen_z_curhat_ke_chatgpt_soal_mental_health_ceo_openai_ini_bisa_berbahaya

Ilustrasi AI. (foto: freepik)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Kekhawatiran terhadap kesehatan mental kini menjadi perhatian utama bagi sebagian besar Generasi Z. Mereka tidak hanya menyadari pentingnya kesehatan mental, tapi juga aktif mencari informasi dan dukungan, termasuk dari teknologi kecerdasan buatan (AI).

Menurut laporan terbaru dari UMN Consulting 2025, cara Gen Z mengelola kondisi emosional mereka mulai berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Kini, tak sedikit yang memilih untuk curhat ke AI, seperti ChatGPT, sebagai cara baru dalam mengatasi tekanan mental.

Fenomena ini menarik perhatian CEO OpenAI, Sam Altman. Dalam wawancaranya yang dikutip dari Times of India baru-baru ini, Altman mengaku khawatir terhadap ketergantungan generasi muda terhadap ChatGPT dalam mengambil keputusan hidup.

“Beberapa anak muda berkata, ‘Saya tidak bisa mengambil keputusan tanpa memberi tahu ChatGPT semua hal tentang hidup saya. Itu mengenal saya, mengenal teman-teman saya. Saya akan lakukan apa pun yang disarankannya.’ Bagi saya, itu sangat mengganggu,” ujar Altman.

Altman juga menyoroti kecenderungan sebagian pengguna menjadikan ChatGPT seperti terapis pribadi—menceritakan konflik hubungan, masalah emosional, bahkan meminta nasihat seolah AI adalah sosok profesional.

Ia memperingatkan adanya risiko privasi, sebab secara hukum, OpenAI dapat diminta menyerahkan isi percakapan pengguna jika diperlukan. “Kita seharusnya memperlakukan privasi dalam percakapan dengan AI setara dengan berbicara pada terapis atau profesional lainnya,” kata Altman.

Mengapa Gen Z Beralih ke AI?

UMN Consulting mencatat 33,17% Gen Z kini mengandalkan teknologi AI untuk mendukung kesehatan mental mereka. Di antara berbagai platform, ChatGPT menjadi yang paling populer, diikuti oleh Gemini, DeepSeek, dan Copilot.

Tiga alasan utama mereka memilih AI adalah kenyamanan: bisa digunakan kapan saja tanpa harus membuat janji, biaya: gratis atau jauh lebih murah dibanding konseling profesional, serta anonimitas: bisa bercerita tanpa merasa dihakimi atau diketahui orang lain.

Di sisi lain, tingginya ketergantungan pada AI juga dipengaruhi oleh sulitnya akses ke layanan kesehatan mental konvensional.

UMN Consulting mengungkap sejumlah hambatan utama yang dihadapi Gen Z, antara lain merasa masalahnya tidak cukup serius, tak nyaman berbicara dengan orang asing, biaya layanan terlalu mahal, dan tidak percaya pada efektivitas terapi konvensional

Data nasional menunjukkan dari tahun 2012 hingga 2023, terdapat 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia, yang sebagian besar dilakukan oleh generasi muda. Angka ini menegaskan isu kesehatan mental pada Gen Z bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan.

UMN Consulting merekomendasikan pendekatan strategis berbasis ekosistem hybrid, yaitu menggabungkan dukungan digital dan profesional. Hal ini dinilai dapat menciptakan sistem dukungan mental yang lebih kredibel, inklusif, dan efektif secara emosional. (mtr/hm24)

REPORTER: