Evaluasi RAN Hiu Paus Soroti Ketimpangan Tata Kelola dan Mitigasi Keterdamparan

Konservasi hiu paus (Rhincodon typus) memiliki beberapa tantangan serius, mulai dari potensi terdampar hingga praktik wisata yang belum terkelola dengan baik. (foto: Antara)
Jakarta, MISTAR.ID
Upaya konservasi hiu paus (Rhincodon typus) di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari meningkatnya kasus keterdamparan hingga pengelolaan wisata yang belum optimal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Konservasi Indonesia (KI) dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) menggelar kegiatan Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus di Bogor pada 16–18 September 2025.
Kegiatan ini bertujuan meninjau capaian RAN 2021–2025 yang ditetapkan melalui Kepmen KP No. 16/2021, sekaligus merumuskan strategi lanjutan untuk periode 2026–2029.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KKP, Sarmintohadi, menyatakan hiu paus merupakan spesies dilindungi penuh secara nasional, termasuk dalam daftar merah IUCN dan appendiks CITES. Perlindungan spesies ini dinilai krusial bagi kesehatan ekosistem laut dan ketahanan pangan berbasis laut (blue food security).
“Tata kelola konservasi hiu paus perlu diperkuat secara sistematis. Keterbatasan dalam penanganan kasus keterdamparan dan masih maraknya aktivitas wisata yang tidak sesuai petunjuk teknis menjadi sorotan utama dalam evaluasi kali ini,” ujarnya dilansir, Rabu (17/9/2025).
Meski telah diterbitkan Kepdirjen PRL No. 41/2020 tentang Petunjuk Teknis Wisata Hiu Paus, Sarmintohadi mengungkapkan praktik di lapangan masih belum sepenuhnya mengikuti pedoman tersebut. Hal ini berpotensi membahayakan baik hiu paus maupun keselamatan pengunjung.
“Standar pengelolaan wisata yang ramah satwa dan berkelanjutan serta penanganan darurat keterdamparan akan menjadi prioritas utama dalam RAN 2026–2029,” katanya.
Sementara itu, Fitri Hasibuan, Vice President Program Konservasi Indonesia, menekankan pentingnya integrasi sains dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hiu paus.
“KI melihat konservasi hiu paus bukan hanya dari sisi ekologis, tetapi juga sebagai bagian dari kesejahteraan masyarakat. Melalui riset, penguatan kebijakan, dan keterlibatan komunitas lokal, kita bisa menjaga biodiversitas laut sekaligus mendukung penghidupan berkelanjutan,” ucapnya.
Fitri menjelaskan, hiu paus merupakan spesies tropis yang memiliki karakter biologis rentan, seperti pertumbuhan lambat, fekunditas rendah, dan usia kematangan yang lama. Indonesia menjadi habitat penting spesies ini, terutama di beberapa wilayah seperti Teluk Cenderawasih, Kaimana, Teluk Saleh, Gorontalo, Probolinggo, dan Kepulauan Derawan.
"Lokasi-lokasi ini menjadi area agregasi hiu paus remaja yang penting untuk migrasi dan pola makan mereka. Posisi strategis ini menempatkan Indonesia sebagai habitat kunci hiu paus Indo-Pasifik, sekaligus memberi tanggung jawab global dalam pelestarian spesies ini," tutur Fitri.
Lebih lanjut, monitoring juga menyoroti peningkatan kasus keterdamparan. Selama 2021–2025, rata-rata ditemukan sekitar 20 hiu paus terdampar per tahun, baik dalam kondisi hidup maupun mati.
"Studi KI menunjukkan 71 persen hiu paus yang terdampar dan masih hidup dapat dilepasliarkan kembali. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas mitigasi darurat sangat penting untuk mengurangi angka kematian," ujarnya. (mtr/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Pulau Baru Muncul di Alaska Setelah Gletser Mencair