Thursday, October 23, 2025
home_banner_first
OPINI

Setahun Prabowo-Gibran dan Bangsa yang Melodramatis

Mistar.idKamis, 23 Oktober 2025 11.57
RA
setahun_prabowogibran_dan_bangsa_yang_melodramatis

Teks Foto: Prabowo-Gibran. (Foto: Antara)

news_banner

Oleh: Bersihar Lubis

Jika diibaratkan struktur naskah drama, maka setahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka baru dalam tahap prolog. Ya, pengantar cerita. Masih sekadar mengenalkan para tokoh cerita. Belum memasuki tahap dialog, yang lazimnya berupa percakapan antar tokoh yang menjadi tema cerita, atau bahkan konlik antar tokoh dan masalah pun dimulai. Masih jauh dari tahap epilog yang merupakan ending, atau kesimpulan cerita.

Namun berbagai survei sudah meluncur. Mayoritas lembaga survei mempersepsikan bahwa masyarakat hampir sekitar 80% puas terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Misalnya, hasil survei lembaga survei Poltracking Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik kepada kinerja setahun pemerintahan Prabowo-Gibran sebesar 78,1%.

Namun survei Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai setahun pemerintahan Prabowo-Gibran belum memenuhi ekspektasi publik. Bahkan, menempatkan kinerja kabinet dengan skor 3 dari 10, turun dari survei 100 hari pertama yang sebelumnya berada di angka 5.

Padahal program "Sekolah Rakyat" andalan Kebinet Merah Putih (KMP) baru dimulai pada 14 Juli 2025. Baru tiga bulan lebih. Ini baru tahap awal yang menargetkan sekitar 63 titik lokasi siap digunakan untuk tahun ajaran 2025/2026. Tujuannya hendak memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem tentu belum tercapai. Eh, tahu-tahu sudah dinilai.

Agak lumayan adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang start pada 6 Januari 2025. Hingga 20 Oktober 2025, lebih dari 12.500an Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di seluruh Indonesia. Jumlah penerima manfaat telah menjangkau 36.773.520 orang, mencakup anak usia PAUD, siswa SD hingga SMA, serta ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.

Target Penerima Program MBG sebanyak 82,9 Juta orang akan tercapai pada Maret 2026. Yang tercapai belum separuh. Toh, diwarnai banyaknya kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak sekolah.

Sebetulnya tanpa disurvei pun, sudah banyak berita media yang memaparkan baik buruknya program MBG ini. Survei hanya sekadar membubuhi cap stempel saja, bahwa program MBG bermasalah.

Lebih kontras lagi Purbaya Yudhi Sadewa baru bertugas sebagai Menteri Keuangan sejak 8 September 2025. Baru akan dua bulan pada 8 November 2025 nanti. Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2025 mencapai lebih dari 5,5%. Dia mengakui bahwa pada kuartal III-2025 laju pertumbuhan ekonomi cenderung melambat karena adanya transisi kebijakan. Toh dia meyakini perbaikan akan terlihat pada kuartal IV. “Saya yakin akan di atas 5,5%," ujar Purbaya di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/9).

Eh, meski baru hampir dua bulan saja sudah dinilai dipersepsikan. Ada yang bilang “sudah puas.” Bahkan, Purbaya tingkat skor kepuasannya mencapai 85 persen. Tapi ada yang menilai “masih jauh dari harapan.” Pengangguran masih banyak, lapangan kerja sulit, daya beli melemah, harga sembako masih tinggi dan sebagainya.

Pertanggunganjawab APBN

Apa gerangan motif berbagai lembaga survei tersebut? Kita tidak tahu persis. Apakah atas orderan pihak tertentu, atau bagaimana, tidak ada penjelasan. Kita hanya berharap hanya sebagai bentuk partisipasi atau bahkan kritik dan koreksi belaka.

Namun jika melihat kesimpulan akhirnya rada-rada sensasional juga. Meskipun dilakukan dengan metode yang ilmiah dan penentuan responden yang merata dari berbagai aspek, namun frasa “puas dan tidak puas” serta belum memenuhi ekspektasi publik terdengar bagai luapan perasaan dan persepsi publik yang menggumpal.

Inilah yang disebut dengan melodrama. Memang, melodrama adalah genre dramatis yang mengutamakan alur cerita yang dilebih-lebihkan dan emosional. Seringkali dengan karakterisasi yang kurang mendalam, untuk membangkitkan reaksi kuat dari penonton.

Genre ini menekankan plot yang sensasional, moral yang jelas antara baik dan jahat, dialog bombastis, dan penggunaan musik untuk menciptakan suasana dramatis.

Pertanyaan, apakah Anda puas atau tidak atas kinerja pemerintahan kabinet Prabowo-Gibran, selalu dijawab spontan. Apa yang terasa di hati akan dilontarkan. Sangat jarang responden melakukan kajian yang mendalam. Memang lebih jujur, tanpa pretensi dan tendensi. Namanya juga persepsi.

Sejatinya persepsi adalah proses bagaimana seseorang menafsirkan dan memberikan makna terhadap suatu informasi atau stimulus yang diterima melalui panca indra. Ini melibatkan pengolahan dan pengorganisasian data sensorik untuk membentuk pemahaman tentang dunia di sekitar kita. Persepsi bukan hanya penerimaan stimulus mentah, tetapi juga interpretasi yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kondisi emosional, dan lingkungan.

Tapi apakah kesejatian persepsi itu dimiliki oleh para responden survei, wallahualam bissawab.

Pengaruh pengalaman masa lalu, tentu tak hanya di era Prabowo. Tapi juga sebelum-sebelumnya yang masih berlanjut di era Prabowo.

Contoh populer, bagaimana perasaan seseorang jika ditanya berkenderaan di atas jalan yang buruk, berkubang lumpur dan berlubang-lubang. Muncullah sensasi, betapa tidak nyaman dan khawatir. Dia pun berpersepsi jalan itu tidak nyaman dilintasi. Apalagi pernah terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa di masa lalu.

Padahal jika dia berpikir, dia tidak mau melintasi jalan itu. Pilih jalur yang lain saja. Jika tak ada alternatif, dia akan berkenderaan dengan pelan, dan hati-hati.

Bagaimana kalau di jalan yang mulus, rata tidak bergelombang? Jangan-jangan gamang dan khawatir juga. Dia berpersepsi pengendara, misalnya, akan ngebut sehingga menimbulkan kecelakaan.

Sesungguhnya, proses pertanggungjawaban APBN dilakukan pemerintah "enam bulan setelah selesai" termasuki oleh Prabowo-Gibran. Diawali penyusunan laporan keuangan oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiga bulan setelah masa anggaran selesai. BPK melakukan audit dan menyelesaikan pemeriksaan paling lambat dua bulan.

Lalu, RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN disampaikan oleh Presiden kepada DPR, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Terakhir, DPR, bersama pemerintah, membahas dan menetapkan RUU tersebut menjadi UU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN.

Namun lembaga survei tampaknya tak sabar menunggu. Sah-sah saja. Pertanyaannya, apakah ini yang dinamai dengan fenomena melodrama yang dramatis dan sensasional? Debatable juga. Terserah Anda lah pembaca, yang menjawabnya. ** Penulis adalah jurnalis menetap di Medan

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN