Thursday, July 24, 2025
home_banner_first
OLAHRAGA

Mengenang lie Sumirat: Warisan Emas Legenda Bulu Tangkis Indonesia

journalist-avatar-top
Rabu, 23 Juli 2025 17.51
mengenang_lie_sumirat_warisan_emas_legenda_bulu_tangkis_indonesia

lie Sumirat semasa hidupnya. (foto:instagram@iiesumurat1/mistar)

news_banner

Bandung, MISTAR.ID

Nama lie Sumirat sudah tidak asing di telinga para pecinta bulu tangkis Indonesia.

Namun, dedikasi dan semangatnya yang tak pernah padam, bahkan ketika tubuhnya dilanda penyakit, baru benar-benar terasa mendalam setelah kepergiannya. Sang legenda tetap memilih melatih meski tendon kakinya putus dan paru-parunya mulai terinfeksi.

Putra almarhum, Yayang Tryawan, menjadi saksi langsung keteguhan sang ayah. Di sela upacara pemakaman di TPU Legok Ciseureuh Mekarwangi, Bandung, Rabu (23/7/2025), Yayang menceritakan bagaimana lie tetap menjalankan tugas sebagai pelatih meski kondisi tubuhnya tidak memungkinkan.

“Bapak tetap melatih meski sakit. Karena tendon yang putus tidak dirasa, lalu terus aktif, sampai akhirnya menjadi komplikasi ke paru-paru,” tutur Yayang.

Bahkan ketika kemampuan bicara mulai hilang dalam tiga bulan terakhir, lie tetap mempertahankan semangatnya. “Kondisi makin menurun, tapi mentalnya luar biasa,” kata Yayang.

Pilihan lie untuk terus aktif bukan karena tidak menyadari bahayanya, tetapi karena tekadnya membagikan ilmu dan membentuk generasi bulu tangkis baru. Bagi banyak atlet muda, Iie bukan hanya pelatih, tetapi figur inspiratif yang menunjukkan arti sebenarnya dari dedikasi total.

Di tengah dunia olahraga yang penuh kompetisi dan tekanan, sosok seperti lie menjadi langka. Ia tidak mencari panggung, melainkan fokus membina dan menempa atlet sejak usia dini. Bahkan di tengah rasa sakit, ia tetap hadir di lapangan, memperbaiki teknik, memberi motivasi, dan menjadi tempat bertanya bagi bibit-bibit muda.

Warisan lie tidak hanya tercermin dari prestasinya di lapangan, seperti membawa Indonesia menjuarai Thomas Cup 1976 dan mengalahkan Hou Jiachang di Kejuaraan Asia, tetapi juga dari sikap hidupnya. Dalam diam dan sakit, ia tetap menjadi guru yang menginspirasi.

Kini, setelah kepergiannya, berbagai komunitas bulu tangkis menyerukan agar nama Iie diabadikan sebagai simbol semangat dan pengabdian sejati, baik melalui penamaan turnamen, akademi, maupun penghargaan khusus bagi pelatih berdedikasi tinggi.

Legenda tunggal putra bulu tangkis era 1970-an itu berpulang, Selasa (22/7/2025) di usia 74 tahun. Lahir di Bandung pada 15 November 1950, lie menjadi bagian dari generasi emas bulu tangkis Indonesia. Ia dikenal dengan gaya permainan menyerang, pukulan keras, dan akurasi tinggi.

Puncak karirnya terjadi saat memperkuat Indonesia dalam ajang Piala Thomas. Ia membawa Indonesia meraih gelar juara pada tahun 1976 dan 1979. lie juga menjadi semifinalis dalam Kejuaraan Dunia IBF pertama di Malmo, Swedia, tahun 1977, meraih medali perunggu setelah kalah dari Flemming Delfs asal Denmark.

Di turnamen individu, lie menjuarai Singapore Open dua kali (1972 dan 1973) serta Asian Invitational Championships 1976 di Bangkok dengan mengalahkan Hou Jiachang. Meski namanya tak sepopuler Rudy Hartono atau Liem Swie King, lie adalah salah satu dari "The Magnificent Seven" yang mendominasi bulu tangkis dunia di masanya.

Setelah pensiun, kontribusi lie justru semakin berarti. Ia mendedikasikan hidupnya sebagai pelatih di Klub Sangkuriang Graha Sarana (SGS) Bandung, tempat ia membina bakat besar seperti Taufik Hidayat. Taufik, peraih emas Olimpiade Athena 2004 yang kini menjabat Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, menyebut Kang Iie sebagai guru sejati.

"Kang lie lah yang membuat permainan saya istimewa. Ia mengajarkan pukulan-pukulan yang tidak bisa ditemukan dalam buku teknik dasar," kata Taufik.

Kedekatan mereka terjalin sejak Taufik kecil, bahkan sempat tinggal di rumah Iie untuk fokus berlatih. Hubungan itu melampaui ikatan pelatih dan atlet, menjadi seperti ayah dan anak.

Iie dikenal dengan metode pelatihan khas yang menekankan kreativitas teknik dan pengembangan gaya bermain. Ia sering menciptakan variasi pukulan unik seperti net menyilang, flick service mengecoh, hingga backhand drive tajam. Metode ini tidak umum di pelatnas, namun terbukti efektif menghasilkan pemain dengan karakter permainan kuat.

Tak hanya Taufik, lie juga pernah membina pemain-pemain elite seperti Halim Haryanto, Flandy Limpele, dan Anthony Sinisuka Ginting. Ginting sendiri adalah salah satu murid terakhir Iie di SGS, yang disebutnya memiliki “pergelangan tangan langka”. (**/hm16)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN