Tunjangan Rumah Rp50 Juta untuk Anggota DPR, Publik Geram: Tidak Pantas di Tengah Sulitnya Ekonomi

DPR rapat dipimpin Puan Maharani (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Polemik tunjangan rumah anggota DPR kembali menjadi sorotan publik setelah besaran nilai yang diterima mencapai Rp50 juta per bulan. Kebijakan ini membuat total pendapatan anggota DPR tembus lebih dari Rp100 juta per bulan, memicu kritik tajam dari pengamat dan masyarakat.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, menilai kebijakan ini tidak pantas diambil saat masyarakat sedang kesulitan ekonomi.
“Ketika warga kesulitan memenuhi kebutuhan pokok dan pajak justru naik, pemberian tunjangan rumah sebesar ini tidak patut,” ujarnya, Senin (18/8/2025).
Besaran tunjangan ini diatur dalam surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024, sebagai pengganti fasilitas rumah dinas. Namun, publik menilai nominal Rp50 juta per bulan terlalu besar untuk sekadar biaya sewa rumah.
Menurut ICW, kebijakan ini berpotensi menguras anggaran hingga Rp1,74 triliun selama masa jabatan 60 bulan untuk 580 anggota DPR.
Padahal, pemerintah mengklaim sedang melakukan efisiensi anggaran, yang berdampak pada pemotongan dana berbagai instansi dan pelayanan publik.
Kinerja DPR Dipertanyakan
Pengamat menyoroti tunjangan fantastis ini tidak sebanding dengan kinerja DPR yang dinilai rendah. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia (Januari 2025), tingkat kepercayaan publik terhadap DPR hanya 69%, berada di peringkat 10 dari 11 lembaga negara.
Selain itu, pembahasan sejumlah RUU kontroversial kerap dilakukan secara tertutup dan memicu gelombang protes di berbagai daerah.
Lucius Karus dari Formappi menyebut tunjangan ini “ironis” karena justru menambah beban negara di tengah rendahnya produktivitas legislasi.
“Banyaknya subsidi yang diterima anggota DPR tidak sebanding dengan kerja mereka. Ini bahasa politik dari istilah subsidi,” kata Lucius.
Dalih Fasilitas Rusak
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, beralasan fasilitas rumah dinas di Kalibata dan Ulujami sudah tidak layak huni. Namun, temuan ICW di situs LPSE menunjukkan adanya paket pemeliharaan senilai Rp374 miliar untuk perumahan DPR.
Publik kini menuntut kebijakan ini dibatalkan, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit akibat kenaikan PPN, PBB, dan harga bahan pokok.(*)