Monday, November 10, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Terduga Pelaku Bom SMAN 72 Jakarta Berstatus Anak, Ahli Hukum: Peradilan Khusus

Mistar.idSenin, 10 November 2025 10.10
EH
RI
terduga_pelaku_bom_sman_72_jakarta_berstatus_anak_ahli_hukum_peradilan_khusus

Ahli hukum pidana anak, Dosen Hukum Universitas Binus Jakarta, Ahmad Sofyan. (Foto: Istimewa/Mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Peristiwa ledakan bom di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, DKI Jakarta, Jumat (/7/2025) pukul 12.15 WIB menyita banyak perhatian. Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, menyebutkan terduga pelaku peledakan adalah seorang siswa di sekolah tersebut.

Kasus ini masih tahap penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan keterlibatan terorisme dan indikasi korban bullying.

Dari hasil olah TKP awal, pihak kepolisian mendapati adanya bom yang tidak meledak dan juga catatan tangan yang mengindikasikan rasa frustasi mendalam dari pelaku, yang diduga adalah korban bullying di sekolah.

Ahli hukum pidana anak, Dosen Hukum Universitas Binus Jakarta, Ahmad Sofyan, menilai kasus ini dalam konteks anak berhadapan dengan hukum, maka perlu dilakukan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Badan Pemasyarakatan (Bapas).

Dari penelitian yang dilakukan, bisa diketahui apa yang latar belakang dan penyebab siswa tersebut meledakkan bom.

"Saat ini belum jelas motifnya. Masih banyak misteri pada kasusnya. Disebutkan terduga pelaku adalah siswa SMA 72 Kelapa Gading. Tapi, ini belum jelas ya karena terduga masih dalam perawatan di rumah sakit," ujar Ahmad.

Dilanjutkannya, bisa juga terduga adalah korban dari media sosial. Terduga terpapar oleh media sosial dan akhirnya mencoba merakit bom dan meledakkannya.

"Ada kemungkinan pula terduga merupakan korban perundungan. Dia mencoba membalas dendam. Apalagi mudah mendapatkan testimoni merakit bom dari berbagai platform," kata Ahmad lagi.

Pendekatan Restorative Justice

Mengingat terduga pelaku masih di bawah 18 tahun, maka penanganan yang harus dilakukan haruslah penanganan khusus.

Dalam UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, ketika anak terlibat dalam tindak pidana, maka pendekatan restorative justice harus dikedepankan dengan melakukan diversi.

"Artinya anak tidak dihadapkan kepada sistem peradilan umum. Apalagi kalau motifnya karena masalah yang rentan terhadap anak itu sendiri. Ditambah, terduga terpapar atau anak tersebut dipengaruhi oleh orang dewasa," ucapnya.

Terduga pelaku yang masih di bawah umur wajib mengikuti aturan dalam UU No 11 tahun 2012 agar anak tidak mengalami situasi yang menyebabkannya menjadi lebih buruk di masa mendatang.

Kemudian yang kedua, menurut Sofyan, yang perlu dilakukan adalah proses pemulihan anak tersebut.

"Karena anak yang berhadapan dengan hukum masih sangat mungkin diperbaiki kondisi psikologisnya. Masih mungkin anak tersebut ke jalur yang normal, sama dengan anak-anak yang lain. Jadi, bukan pendekatan hukuman atau punishment pada anak tersebut," tuturnya. (hm20)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN