Monday, November 10, 2025
home_banner_first
BUDAYA

Melestarikan Budaya Jawa, Warga Beringin Gelar Drama Mitoni Tujuh Bulanan

Mistar.idSenin, 10 November 2025 05.30
EH
HS
melestarikan_budaya_jawa_warga_beringin_gelar_drama_mitoni_tujuh_bulanan

upacara Mitoni atau Tingkeban, yakni tradisi tujuh bulanan bagi ibu hamil anak pertama. (Foto: Sembiring/Mistar)

news_banner

Deli Serdang, MISTAR.ID

Dalam upaya melestarikan budaya Jawa yang sarat makna dan nilai-nilai luhur, warga Dusun Damai, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, menggelar upacara Mitoni atau Tingkeban, yakni tradisi tujuh bulanan bagi ibu hamil anak pertama.

Kegiatan adat yang berlangsung Sabtu (8/11/2025) tersebut dilaksanakan oleh keluarga Lindawati, warga setempat, sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehamilan putri sulungnya yang telah memasuki usia tujuh bulan.

“Tujuannya untuk memohon keselamatan dan kelancaran persalinan bagi ibu dan bayi. Juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas kehamilan yang sudah berjalan tujuh bulan,” ujar Lindawati saat ditemui Minggu (9/11/2025).

Perempuan yang sebelumnya berdomisili di Kecamatan Pantai Labu ini menambahkan, doa yang dipanjatkan dalam prosesi tersebut bukan hanya untuk keselamatan ibu dan anak, tetapi juga agar bayi yang akan lahir kelak menjadi anak yang sehat, sempurna, dan berbakti kepada orang tua.

Berdasarkan pantauan di lokasi, acara Mitoni yang digelar berlangsung khidmat dan penuh makna. Prosesi pertama diawali dengan siraman, di mana calon ibu dimandikan menggunakan air bunga dari 7 sumur berbeda oleh orang tua dan tokoh perempuan yang dianggap bijak.

Siraman menjadi simbol penyucian diri, baik secara lahir maupun batin, sebagai doa agar proses kelahiran nanti berlangsung lancar.

Setelah itu dilakukan brojolan, yaitu prosesi yang melibatkan kelapa gading muda yang diukir dengan gambar Batara Kamajaya dan Dewi Ratih. Prosesi ini melambangkan harapan agar bayi lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.

Usai siraman, calon ibu mengenakan tujuh jenis kain batik yang masing-masing memiliki makna filosofis sidomukti (kebahagiaan), sidoluhur (kemuliaan), semen rama (keteguhan cinta orang tua), udan iris (kehadiran yang menyenangkan bagi sekitar), cakar ayam (kemandirian), lurik lasem (kesederhanaan), dan kain terakhir (penentu kecocokan yang disepakati oleh para tamu).

Dalam tradisi ini, setiap kali calon ibu mengenakan kain pertama hingga keenam, para tamu akan menanggapi dengan ucapan “kurang cocok”, hingga akhirnya kain ketujuh dianggap “cocok” sebagai simbol kesepakatan dan doa baik bersama.

Prosesi dilanjutkan dengan pemecahan kelapa gading oleh calon ayah, yang dipercaya dapat memberikan petunjuk jenis kelamin calon bayi.

Sebagai penutup, calon ayah dan ibu memeragakan adegan berjualan makanan tradisional seperti rujak, nasi urap, bubur, dan cendol. Ini sebagai simbol kerja sama dan kemandirian dalam membangun keluarga baru.

Tradisi Mitoni atau tingkeban merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang masih dijaga oleh masyarakat, termasuk di Kabupaten Deli Serdang yang dikenal multietnis. Prosesi ini mengandung nilai spiritual, sosial, dan moral yang mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan penghormatan terhadap kehidupan.

“Tradisi ini tidak sekadar seremonial, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat hubungan keluarga dan masyarakat,” ucap Misnah, salah seorang kerabat Lindawati yang hadir.

Kegiatan seperti Mitoni ini, ujar Misnah, diharapkan dapat terus dilestarikan agar generasi muda memahami akar budaya bangsa.

“Sekaligus memperkaya khazanah kebudayaan di Kabupaten Deli Serdang yang beragam,” ucapnya. (sembiring)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN