Saturday, October 25, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Rocky Gerung Soroti Fondasi Demokrasi dan Mentalitas Masyarakat

Mistar.idJumat, 24 Oktober 2025 16.46
journalist-avatar-top
satu_tahun_pemerintahan_prabowogibran_rocky_gerung_soroti_fondasi_demokrasi_dan_mentalitas_masyarakat

Pengamat filsafat dan kebijakan publik, Rocky Gerung di kanal resmi Youtube pribadinya. (foto: tangkapan layar youtube/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Pengamat filsafat dan kebijakan publik, Rocky Gerung, melontarkan kritik keras terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia, satu tahun pasca pelantikan Presiden Prabowo Subianto.

Menurutnya, fokus utama evaluasi publik seharusnya tidak terletak pada hitungan kuantitatif prestasi atau wanprestasi Presiden Prabowo, melainkan pada pengujian kembali fondasi demokrasi dan mentalitas masyarakat sipil.

Dalam pernyataannya melalui kanal Rocky Gerung Official, ia secara lugas menyebut bahwa yang lebih berbahaya saat ini adalah pendangkalan wacana publik dan kebangkitan kembali kultur feodalisme di kalangan elite dan sebagian masyarakat sipil.

Bahaya Kultur Feodalisme, Buzzer, dan Sanjungan Publik

Rocky Gerung menegaskan, evaluasi sesungguhnya adalah menilai apakah keyakinan terhadap kelanjutan demokrasi masih dapat dipertahankan. Ia melihat adanya gejala merusak dari dalam masyarakat sipil sendiri, bukan semata-mata dari pemerintah.

"Bukan kita mengevaluasi prestasi 1 tahun Prabowo, tapi kita mengevaluasi persepsi kita atau keyakinan kita bahwa demokrasi bisa dilanjutkan apa tidak," tanya Rocky Gerung di kanal resmi Youtube pribadinya dikutip Jumat (24/10/2025).

Fenomena yang ia sorot adalah kembalinya kultur feodalisme di tengah masyarakat, di mana "puji-memuji" menjadi hal dominan dan beberapa tokoh mulai menikmati sanjungan publik.

"Kelihatannya kita mesti lihat justru bagian dari masyarakat sipil yang menggerogoti demokrasi. Bukan pemerintah yang menggerogoti demokrasi tapi masyarakat sipil. Itu berarti ada semacam kultur yang akhirnya kembali itu feodalisme," tegasnya.

Ia menambahkan bahwa maraknya penggunaan lembaga survei dan buzzer untuk mengejar popularitas dan memoles citra adalah penanda bahwa publik kian tidak kritis terhadap tipu daya elit.

Rocky Gerung menolak untuk menilai kinerja menteri berdasarkan survei atau sensasi sesaat. Ia mempertanyakan lonjakan popularitas beberapa menteri yang tiba-tiba diklaim berkinerja terbaik, menyebutnya sebagai gejala "panjat sosial" atau upaya memoles diri tanpa basis ideologi yang jelas.

Menurutnya, seorang pemimpin harus diuji berdasarkan kemampuan memahami sejarah dan ideologi, bukan sekadar memamerkan data statistik pertumbuhan ekonomi.

"Intinya adalah kita tidak belajar betapa di era Presiden Jokowi seluruh sensasi itu akhirnya dibatalkan oleh sikap presiden yang merusak demokrasi," katanya.

"Semua yang kita sebut kerakyatan pada era Presiden Jokowi... akhirnya berakhir dengan kedinastian."

Terkait kebijakan, Rocky Gerung mendesak agar program kerja Presiden Prabowo, seperti Makan Siang Gratis, dijelaskan dari basis ideologis yang utuh, bukan sekadar teknis.

Ia mencontohkan, kebijakan seperti Danatara (Lembaga Pengelola Investasi) dan semangat menghidupkan Koperasi harus dinilai berdasarkan apakah tujuannya adalah melayani sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial.

"Arah ideologi kita itu yang tidak terlihat. Dan kelihatannya Presiden juga luput untuk menerangkan bahwa dia dipilih untuk satu arah ideologi," ucapnya.

Rocky Gerung menyimpulkan bahwa evaluasi satu tahun ini harus berujung pada penilaian ulang kondisi mental bangsa dan kalangan elit yang kehilangan paradigma dan konstruksi berpikir historis. Dia juga memandang "pesimis yang rasional" lebih baik dari pada "optimis yang irasional" dalam melihat pembangunan Indonesia yang terukur dan berkelanjutan.

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN