Raya: Balita Meninggal Penuh Cacing dan Tanggapan Gubernur Dedi Mulyadi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (foto:beritanasional/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Meninggalnya Raya, balita 3 tahun asal Sukabumi dalam kondisi tubuh penuh cacing, mengungkap potret kelam kehidupan masyarakat miskin yang tak tersentuh sistem perlindungan negara.
Lebih dari sekadar kisah duka, tragedi ini menjadi bukti nyata kegagalan sistem kesehatan, birokrasi, dan perlindungan anak di tingkat akar rumput.
Kronologi Kematian Raya: Terlambat Tertolong
Raya, bocah perempuan dari Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, wafat pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB di RSUD R Syamsudin SH, Sukabumi.
Kondisinya sangat mengenaskan. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) keluar dari hidung, mulut, dan anus saat dirawat di ruang ICU.
Sebelumnya, ia hanya mengalami demam, batuk, dan pilek. Namun sehari setelahnya, Raya kehilangan kesadaran. Ia baru dibawa ke rumah sakit oleh Relawan Rumah Teduh pada 13 Juli 2025 pukul 20.00 WIB.
Saat pemeriksaan awal di IGD, dokter langsung menemukan cacing keluar dari hidungnya, yang mengubah dugaan awal dari meningitis TBC menjadi infeksi parasit berat.
Latar Belakang Keluarga: Miskin, Terlupakan, dan Rentan
- Kondisi keluarga Raya mencerminkan kemiskinan multidimensi:
- Ayahnya, Udin (32), menderita TBC dan mengalami keterbatasan mental.
- Ibunya, Endah (38), adalah penyandang gangguan jiwa (ODGJ).
- Rumah mereka berada dalam kondisi tidak layak. Raya sering bermain di bawah kolong rumah bersama ayam, yang diduga menjadi sumber infeksi cacing.
- Mereka tidak memiliki dokumen kependudukan (KTP, KK), sehingga tidak dapat mengakses layanan BPJS Kesehatan.
Diagnosis Medis: Askariasis Stadium Lanjut
Menurut dr Irfan Nugraha, dokter di RSUD R Syamsudin SH:
“Cacing telah menyebar ke paru-paru, bahkan kemungkinan besar ke otak. Ketika ditemukan keluar dari hidung, berarti penyebarannya sudah sangat parah.”
Infeksi cacing memang umum pada anak-anak kurang gizi. Namun, jumlah dan ukuran cacing dalam tubuh Raya menjadikan kasus ini salah satu yang terparah yang pernah ditangani rumah sakit tersebut.
Kendala Pengobatan: Administrasi vs Nyawa
Perjalanan pengobatan Raya penuh tantangan:
- Tanpa dokumen kependudukan, keluarga tak bisa mendaftar BPJS.
- Rumah sakit memberi waktu 3×24 jam untuk mengurusnya, namun gagal karena orang tua tidak kompeten.
- Akhirnya, biaya pengobatan ditanggung tunai oleh Rumah Teduh, dengan total tagihan lebih dari Rp 23 juta.
Tanggapan Gubernur Dedi Mulyadi: Sanksi untuk Desa Cianaga
Menanggapi kasus ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjatuhkan sanksi tegas kepada Pemerintah Desa Cianaga:
"Saya tunda bantuan dana desa karena perangkatnya gagal mengurus warganya," ujar Dedi dalam Rapat Paripurna DPRD Jabar, Selasa (19/8/2025).
Dedi menilai, perangkat desa, RT, hingga RW telah abai dan tak menjalankan fungsi perlindungan sosial. Ia menyebut tragedi ini sebagai bukti lemahnya empati dan kinerja birokrasi di level paling bawah.
Pelajaran dari Tragedi: Evaluasi Total Sistem Perlindungan
Kematian Raya bukan sekadar berita harian. Ini adalah alarm keras bagi negara untuk melihat kembali sistem yang ada:
- Mengapa anak berusia 3 tahun bisa terinfeksi cacing hingga meninggal?
- Mengapa keluarga semiskin ini tak terdata?
- Di mana peran desa, kader posyandu, dan dinas sosial?
Raya adalah simbol kegagalan kolektif, dan seharusnya menjadi pijakan awal perubahan kebijakan dan implementasi sistem layanan dasar di Indonesia.
Jangan Ada Lagi "Raya" Lain
Tragedi Raya harus menjadi momentum perubahan. Sistem layanan dasar—kesehatan, administrasi, dan perlindungan sosial—harus lebih proaktif, khususnya dalam mendeteksi kelompok rentan.
Setiap anak Indonesia berhak hidup sehat, aman, dan bermartabat.
Jangan biarkan ada lagi "Raya" yang meninggal karena kita lalai, diam, atau sibuk pada prosedur tanpa empati.
Artikel ini ditulis dan disunting dengan dukungan teknologi Kecerdasan Buatan (AI), serta merujuk pada berbagai sumber terpercaya, Rabu (20/8/2025). (*)