PGRI Kritik Menkeu Sebut Guru Beban Negara, Ungkap Fakta di Lapangan

PGRI soroti pernyataan Sri Mulyani yang menyebut profesi guru sebagai beban negara (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menanggapi keras pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut profesi guru sebagai beban negara. Organisasi ini menilai pernyataan tersebut tidak tepat dan melukai hati pendidik yang telah berjuang di seluruh pelosok negeri.
Ketua Badan Khusus Komunikasi dan Digitalisasi PGRI, Wijaya, mengatakan bahwa guru justru merupakan pilar utama pendidikan, bukan beban anggaran negara.
“Pernyataan itu tidak bijak. Guru adalah garda terdepan dalam mencerdaskan bangsa, bukan sekadar angka dalam APBN,” ujarnya, Minggu (17/8/2025).
Jumlah Guru Honorer Masih Tinggi
Data Kementerian Pendidikan menunjukkan, hingga 2022 masih ada lebih dari 704 ribu guru honorer, ditambah 141 ribu guru tidak tetap di tingkat kabupaten/kota dan lebih dari 13 ribu guru tidak tetap provinsi. Pemerintah telah mengangkat 774.999 guru menjadi ASN PPPK hingga awal 2024 dan menargetkan mencapai 1 juta guru PPPK.
Baca Juga: Sri Mulyani Janji Perjuangkan Kenaikan Gaji Guru dan Dosen, Anggaran Pendidikan 2025 Rp724,3 T
“Guru mendominasi formasi ASN PPPK secara nasional, sekitar 770 ribu orang,” jelas Wijaya.
Meskipun rasio murid dan guru secara nasional berada di angka 16:1, distribusi guru belum merata. Di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), banyak guru masih harus mengajar berbagai mata pelajaran karena kekurangan tenaga pendidik.
Pengabdian Guru Tidak Sejalan dengan Stigma
Wijaya mencontohkan dedikasi guru yang bekerja di daerah terpencil. Di Sigi, Sulawesi Tengah, guru SMP harus berjalan kaki mendaki bukit dan mengunjungi rumah siswa beberapa kali seminggu karena keterbatasan listrik dan jaringan internet.
“Di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, ada guru honorer bernama Rudi Hartono yang setiap hari menyeberangi sungai menggunakan rakit bambu, bahkan menggendong muridnya agar tetap bisa bersekolah,” tutur Wijaya.
Hal serupa terjadi di Lebak, Banten. Seorang guru bernama Jubaedah selama 30 tahun harus berjalan menembus hutan dan pernah terperosok ke jurang demi memastikan anak-anak di desanya tidak putus sekolah.
Tunjangan Belum Terealisasi Maksimal
Pemerintah sebenarnya telah menetapkan tunjangan khusus setara satu kali gaji pokok untuk guru yang bertugas di daerah sangat tertinggal. Namun, realisasinya masih terkendala, baik dari distribusi anggaran maupun ketepatan penerima.
Wijaya mendesak pemerintah agar menghindari pernyataan yang menyinggung martabat guru dan fokus pada kebijakan peningkatan kesejahteraan.
“Kalau mau bicara beban negara, yang layak disebut begitu adalah mereka yang menghabiskan uang negara tanpa tanggung jawab, bukan guru,” tegasnya.
PGRI menegaskan, profesi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan pengabdian yang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, negara wajib memberi perlindungan dan penghargaan yang layak, bukan sebaliknya.(*)