Wednesday, June 18, 2025
home_banner_first
NASIONAL

LSF Tegaskan Bukan Pihak yang Melakukan Sensor Blur pada Film, Ini Penjelasannya

journalist-avatar-top
Rabu, 18 Juni 2025 17.02
lsf_tegaskan_bukan_pihak_yang_melakukan_sensor_blur_pada_film_ini_penjelasannya

Kepala Bidang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, Rais Kari menerima plakat dari Ketua Komisi I LSF RI, Tri Widyastuti Setyaningsih dan Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi Komisi II LSF RI, Saptari Novia Stri. (f:berry/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi Komisi II Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Saptari Novia Stri, menegaskan bahwa proses sensor berupa blur pada film atau iklan film tidak dilakukan oleh pihaknya maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), baik pusat maupun daerah.

Menurutnya, keputusan tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemilik film. LSF hanya melakukan pencatatan karena sistem sudah digital.

"Kami hanya mencatat pada menit ke berapa terdapat hal-hal sensitif, dan kemudian dikembalikan kepada pemilik film untuk ditindaklanjuti,” ujar Saptari dalam acara Literasi Layanan Penyensoran Film dan Iklan Film di Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa, Rabu (18/6/2025).

Saptari menjelaskan bahwa LSF bertugas melakukan penelitian dan penilaian terhadap film serta iklan film yang akan ditayangkan kepada publik. Langkah ini dilakukan guna mencegah dampak negatif dari konten yang tidak sesuai dengan norma masyarakat Indonesia.

“Film merupakan seni budaya dan memiliki peran yang sangat strategis dalam meningkatkan ketahanan budaya,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa pengawasan terhadap isi siaran merupakan tanggung jawab KPI, bukan LSF. Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak langsung menyalahkan LSF ketika mendapati adegan film yang diblur di media siar.

Komposisi Anggota dan Peran Edukasi LSF

LSF saat ini memiliki 17 anggota, terdiri dari 12 unsur masyarakat dan 5 dari unsur pemerintah. Lima unsur pemerintah tersebut berasal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Komunikasi dan Informatika, Agama, serta Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

LSF juga didukung 34 tenaga sensor profesional dan sekretariat yang aktif melakukan sosialisasi dan edukasi, termasuk Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan sejak 2022 oleh Komisi I DPR RI.

“Kami tidak hanya melakukan penilaian, tapi juga memberikan literasi dan edukasi hukum mengenai penyensoran film. Masyarakat dan pembuat film harus tahu rambu-rambunya sejak awal,” tutur Saptari.

Sementara itu, Kepala Bidang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, Rais Kari, menyatakan bahwa keberadaan LSF masih sangat dibutuhkan di era modern ini.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang menjunjung norma dan etika budaya memerlukan lembaga yang bisa menjaga keseimbangan antara ekspresi seni dan nilai sosial.

"LSF ini sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat kita. Tapi memang, kadang masih ada beberapa yang lolos sensor. Sehingga menimbulkan keributan, mudah-mudahan LSF bisa menjadi benteng terakhir bagi kita," tuturnya. (berry/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN