Kaesang Pangarep Kembali Jadi Ketum PSI: Simbol Regenerasi atau Bayang-bayang Dinasti Politik?

Kaesang Pangarep mendapat 65,28 persen suara (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Terpilihnya kembali Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk periode 2025–2030 membuka berbagai spekulasi politik. Tak hanya soal kepemimpinan partai, keputusan ini juga menyentuh isu yang lebih dalam: konsolidasi kekuatan internal, dinamika politik dinasti, hingga posisi PSI dalam peta koalisi nasional menuju Pemilu 2029.
Dengan mengantongi 65,28% suara dari 157.579 kader PSI, Kaesang tak hanya menang telak, tetapi juga memperkuat legitimasi politiknya di internal partai. Namun, kemenangan ini menyimpan sejumlah dampak strategis yang perlu dicermati lebih jauh.
1. Konsolidasi Internal: PSI Makin Solid di Bawah Kaesang
Kemenangan telak Kaesang mencerminkan kepercayaan besar kader PSI terhadap kepemimpinannya. Dengan struktur partai yang relatif muda, konsolidasi internal menjadi vital agar PSI tetap relevan dan kompetitif di Pemilu mendatang. Stabilitas ini berpotensi meminimalisir konflik faksi yang kerap menghantui partai lain.
2. Dinasti Politik: Keuntungan atau Beban?
Meski Kaesang menang lewat e-voting terbuka, statusnya sebagai putra Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, tetap memunculkan kritik soal politik dinasti. Tantangan utama PSI kini adalah membuktikan bahwa Kaesang bukan sekadar "nama besar", melainkan pemimpin dengan visi, program, dan rekam jejak konkret.
3. PSI dan Peta Koalisi 2029: Potensi Jadi ‘Kingmaker’
Di bawah Kaesang, PSI tak lagi bisa dianggap sebagai partai pinggiran. Dengan dukungan digital yang kuat dan popularitas personal, PSI punya peluang menjadi mitra strategis dalam koalisi besar jika mampu melampaui parliamentary threshold di Pemilu 2029. Peran ini dapat menjadikan PSI sebagai kunci penentu arah koalisi nasional.
4. Narasi Digitalisasi: E-Voting sebagai Gagasan Reformasi
Proses pemilu internal melalui sistem e-voting bukan hanya strategi praktis, tetapi juga narasi politik. PSI di bawah Kaesang membangun citra sebagai partai modern, transparan, dan progresif, yang cocok dengan pemilih muda di era digital. Jika dikapitalisasi dengan baik, narasi ini bisa memperluas basis pemilih PSI secara signifikan.
5. Tantangan Nyata: Politik Isu dan Representasi Publik
Ujian sejati bagi Kaesang dan PSI akan datang dari kemampuan mereka merespons isu konkret masyarakat, seperti ketimpangan ekonomi, pendidikan, reformasi birokrasi, hingga hak minoritas. Tanpa keberpihakan yang jelas, citra digital dan nama besar saja tidak cukup untuk bertahan di tengah ketatnya persaingan politik.
Kaesang Pangarep bukan hanya melanjutkan jabatan Ketua Umum PSI, tapi juga membawa harapan akan regenerasi politik di Indonesia. Namun, di sisi lain, ia juga membawa bayang-bayang politik keluarga yang menuntut pembuktian lebih dari sekadar popularitas.
Jika mampu membangun partai yang kuat secara organisasi, konsisten pada nilai-nilai reformasi, dan hadir dalam isu rakyat, PSI bisa jadi kekuatan politik baru di 2029 – bukan hanya pelengkap demokrasi, tapi aktor utama dalam perubahan politik nasional. (*)
PREVIOUS ARTICLE
Sarwendah ke RS Ditemani Adik Mantan SuaminyaNEXT ARTICLE
Nama Anies Baswedan Disebut di Kongres PSI 2025