Iwakum Ajukan Judicial Review ke MK, Gugat Pasal 8 UU Pers yang Dinilai Multitafsir

Ilustrasi wartawan menjalankan tugas (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) resmi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 8 dan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Gugatan ini diajukan karena aturan tersebut dianggap tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan dan berpotensi membuka celah kriminalisasi.
Permohonan ini disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Iwakum yang terdiri dari Viktor Santoso Tandiasa, Nikita Johanie, Raihan Nugroho, Agustine Pentrantoni Penau, dan Didi Supandi.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan bahwa bunyi Pasal 8 UU Pers saat ini masih multitafsir.
"Rumusan norma 'perlindungan hukum' dalam Pasal 8 UU Pers masih sangat multitafsir. Tidak dijelaskan perlindungan seperti apa yang diberikan pemerintah dan masyarakat kepada wartawan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (17/8/2025).
Menurut Viktor, ketidakjelasan ini berpotensi mengancam kebebasan pers dan memunculkan kriminalisasi terhadap wartawan.
"Ketidakjelasan ini membuka celah kriminalisasi dan gugatan perdata terhadap wartawan atas karya jurnalistiknya," tambahnya.
Pasal 8 UU Pers berbunyi: “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Namun, penjelasan pasal tersebut hanya menyebut bahwa perlindungan hukum diberikan oleh pemerintah dan masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam permohonannya, Iwakum meminta MK menegaskan makna pasal tersebut agar memberikan perlindungan nyata bagi wartawan. Ada dua poin utama yang diajukan:
Tindakan kepolisian dan gugatan perdata tidak boleh dilakukan terhadap wartawan yang melaksanakan profesinya berdasarkan kode etik pers.
Pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap wartawan harus mendapat izin Dewan Pers.
Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil, menegaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk menjamin kemerdekaan pers yang dijamin oleh konstitusi.
"Di usia ke-80 tahun Republik Indonesia, kami ingin memastikan bahwa kemerdekaan pers bukan sekadar jargon, tetapi benar-benar dilindungi secara hukum," ujarnya.
Senada, Sekretaris Jenderal Iwakum, Ponco Sulaksono, menyebut wartawan harus mendapat perlindungan hukum yang tegas, sebagaimana profesi lain.
"Advokat dilindungi oleh Pasal 16 UU Advokat, Jaksa dilindungi Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. Wartawan juga seharusnya mendapat perlindungan hukum yang jelas. Jika tidak, kebebasan pers akan terus terancam," tegasnya.
Iwakum bersama tim kuasa hukum menyatakan akan segera mendaftarkan permohonan uji materi ini ke Mahkamah Konstitusi untuk memperjuangkan kepastian hukum dan kebebasan pers di Indonesia.(*)