Wilayah USU masih Banjir saat Hujan, Ini Kata Pengamat Terkait Kolam Retensi

Kolam Retensi USU. (Foto: Istimewa/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Dosen Teknik Lingkungan Bidang Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), Muhammad Faisal, menjelaskan bahwa fungsi utama Kolam Retensi USU adalah untuk menampung air hujan berintensitas tinggi di kawasan kampus dan sekitarnya, bukan untuk menampung luapan air dari Sungai Babura.
Menurut Faisal, kolam tersebut dibangun untuk mengatasi genangan akibat curah hujan tinggi di Kota Medan. Terutama di daerah tangkapan air sekitar kawasan USU yang selama ini menjadi sumber banjir lokal.
Namun, ketika Sungai Babura mengalami kenaikan muka air akibat kiriman dari hulu di Kabupaten Deli Serdang, air dari kawasan kampus akan tertahan karena tidak bisa langsung masuk ke sungai.
“Perlu digarisbawahi bahwa desain kapasitas kolam tersebut untuk menampung curah hujan yang tinggi di Kota Medan,” kata lulusan Magister ITB itu kepada Mistar, Kamis (16/10/2025).
Ia menuturkan, genangan yang masih terjadi di sekitar kampus dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya kapasitas drainase yang sudah tidak memadai, saluran air yang tersumbat sedimen dan sampah, serta kondisi muka air Sungai Babura yang tinggi.
“Kondisi Sungai Babura yang tinggi, bisa jadi banjir atau bisa jadi belum masuk kategori banjir, tapi secara elevasi sudah di atas muka air normal, yang menyebabkan air dari Kawasan USU tertahan,” tuturnya.
Faisal menjelaskan, kolam retensi didesain untuk mengantisipasi kondisi delay atau antrean air yang tertahan tersebut. Air hujan dialirkan sementara ke kolam sebelum diteruskan ke Sungai Babura.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan bersama mahasiswa melalui penelitian tugas akhir, kondisi kolam saat ini dinilai telah berfungsi sesuai dengan kajian awal, baik dari hasil analisis hidrologi dan hidraulis maupun pemodelan menggunakan software SWMM.
“Jadi, kolam retensi memang tidak didesain untuk menanggulangi banjir yang disebabkan oleh meluapnya Sungai Babura, seperti yang terjadi kemarin,” ucapnya lagi.
Ia juga menambahkan bahwa istilah ‘retensi’ sebenarnya kurang tepat untuk proyek ini. Menurutnya, sebutan Kolam Detensi USU, menampung sementara akan lebih tepat.
“Tapi karena istilah ini yang dipakai Pemko Medan untuk nama proyeknya, USU tentu tidak bisa mengubahnya. Mungkin terkait mata anggaran atau hal lainnya. Beda dengan retensi yang mempunyai fungsi penyerapan ke air tanah, detensi hanya menampung sementara,” katanya menjelaskan.
Faisal menegaskan, kolam detensi hanyalah salah satu bagian dari sistem pengendalian banjir yang lebih luas. Keberhasilannya sangat bergantung pada sistem pendukung lain seperti drainase, pompa, operator, dan manajemen pola operasi.
Menurutnya, kegagalan sistem pengendalian banjir tidak selalu berarti kesalahan pada kolam detensi itu sendiri, melainkan bisa juga disebabkan oleh faktor teknis seperti pompa yang tidak beroperasi atau saluran yang tersumbat.
Ia mencontohkan, kasus banjir besar di Bangkok tahun 2011 menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya manajemen operasi waduk. Kesalahan dalam pola operasi saat itu menyebabkan banjir parah karena volume waduk tidak dikosongkan sebelum musim hujan datang.
Begitu pula untuk skala kecil seperti Kolam Retensi USU, ia menyampaikan bahwa hal yang sama juga bisa terjadi. Jika air di kolam belum dipompa keluar sebelum hujan berikutnya turun, maka fungsi penampungan sementara tidak akan berjalan maksimal.
“InsyaAllah, kalau sistem berjalan dengan baik, Kolam Retensi USU punya kehandalan yang baik dalam pengendalian banjir. Banjir lokal dari curah hujan di Kota Medan tentunya, bukan dari Sungai Babura. Wallahu a'lam,” ucapnya. (susan)