PT KIM Diduga Bayar Preman Intimidasi Warga, DPRD Medan Minta Polisi Bertindak

Komisi I dan IV DPRD Medan saat menggelar RDP dengan PT KIM dan warga (foto:istimewa/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Sejumlah warga di Gang Tembusan, Lingkungan 16, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, menuding PT Kawasan Industri Medan (KIM) melakukan pengrusakan rumah warga dengan melibatkan preman. Aksi itu disebut sebagai upaya pengusiran, lantaran rumah warga berdiri di atas lahan milik PT KIM.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan Komisi I dan Komisi IV DPRD Medan di gedung dewan, Selasa (19/8/2025).
“Kami yakin preman-preman itu suruhan PT KIM, karena saat perusakan, mereka didampingi orang-orang berseragam security PT KIM,” ujar seorang warga, Syafrizal.
Menurut Syafrizal, intimidasi dilakukan dengan ancaman senjata tajam. “Ada warga yang lehernya ditempel klewang. Akibatnya, warga tidak bisa lagi tinggal di rumah. Sudah dua minggu kasus ini kami laporkan ke polisi, tapi belum ada pelaku yang ditangkap. Kami punya bukti video lengkap. Tolong DPRD desak polisi usut tuntas,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, perwakilan PT KIM, Dali Mulyana, membantah tudingan intimidasi. Ia menegaskan bahwa lahan tersebut sah milik PT KIM dan mayoritas warga telah pindah secara sukarela.
“Sebagian besar warga sudah pindah. Hanya beberapa KK yang masih bertahan. Kami sudah berulang kali melakukan pendekatan,” kata Dali.
Ketua Komisi IV DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak, menegaskan PT KIM tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
“Negara ini negara hukum. Pemko Medan saja kalau mau bongkar bangunan harus lewat mekanisme hukum. PT KIM tidak bisa seenaknya membongkar rumah warga tanpa keputusan pengadilan. Kasus ini harus diusut tuntas,” ucap Paul.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Medan, Muslim Harahap, mendesak Pemerintah Kota Medan membongkar tembok yang dibangun PT KIM, karena menutup akses warga.
“Fokus pada tuntutan warga. Pertama, bongkar tembok itu karena jelas tidak berizin. Kedua, PT KIM wajib memfasilitasi warga bila diminta pindah. Kompensasi harus dibicarakan secara adil. Warga tidak pernah mengklaim lahan itu milik mereka, hanya menuntut hak karena sudah puluhan tahun tinggal di sana,” tutur Muslim. (rahmad/hm16)