Akademisi Kesehatan Minta Pemerintah Atasi Ketakutan Orang Tua Soal Imunisasi

Akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Destanul Aulia, S.K.M. (Foto: Berry/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU), Destanul Aulia, S.K.M., meminta pemerintah untuk atasi ketakutan orang tua soal imunisasi.
Menurutnya, kekhawatiran orang tua terhadap imunisasi tidak bisa dianggap masalah kecil. Jika dibiarkan, hal ini akan melemahkan sistem perlindungan kesehatan masyarakat.
"Dari perspektif teori perilaku kesehatan, penolakan imunisasi dipengaruhi oleh persepsi risiko, hambatan, kepercayaan, dan juga pengaruh sosial," ujarnya kepada Mistar, Rabu (10/9/2025).
Lebih lanjut, Destanul mengatakan pemerintah harus berupaya mengatasi masalah tersebut dengan menyentuh semua level masyarakat, mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga sistem kesehatan.
Pertama, pemerintah perlu memperkuat komunikasi risiko dan edukasi masyarakat. Pembahasan soal keamanan vaksin, manfaat imunisasi, serta bahaya penyakit yang bisa dicegah harus disampaikan dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami.
"Strategi komunikasi ini tidak cukup lewat poster atau media sosial saja, tetapi perlu pendekatan interpersonal, misalnya lewat kader posyandu, bidan desa, atau petugas kesehatan yang sudah dipercaya masyarakat," tuturnya.
Kedua, libatkan tokoh agama, adat, dan komunitas lokal sebagai agen perubahan. Suara tokoh adat Batak atau Karo, serta ceramah tokoh agama, sering lebih didengar dibandingkan petugas kesehatan.
Ketiga, bangun sistem pelayanan imunisasi yang ramah, mudah diakses, dan transparan. Menurutnya, orang tua sering khawatir karena mendengar cerita buruk soal efek samping vaksin.
"Tenaga kesehatan harus memberikan penjelasan sebelum dan sesudah imunisasi, serta menyiapkan mekanisme penanganan jika ada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Ditambah pelayanan yang ramah, orang tua akan merasa lebih tenang," ucapnya.
Keempat, kuatkan regulasi dan kebijakan pro-imunisasi. Pemerintah daerah bisa menetapkan aturan agar imunisasi menjadi bagian wajib dari pelayanan dasar anak.
"Misalnya, persyaratan masuk sekolah tetap mengutamakan status imunisasi. Langkah ini akan mendorong orang tua lebih patuh tanpa merasa dipaksa, karena dianggap bagian dari kepentingan anak," katanya.
Kelima, optimalkan pendekatan berbasis komunitas. Program seperti “Gerakan Imunisasi Desa” atau “Imunisasi Bertuah” yang dikaitkan dengan identitas lokal bisa menjadi inovasi.
"Dengan begitu, masyarakat merasa imunisasi bukan hanya program pemerintah, tapi juga bagian dari gerakan bersama untuk melindungi generasi daerah. Strategi yang paling penting adalah menjadikan imunisasi sebagai gerakan sosial lintas sektor," ujarnya. (berry/hm25)
NEXT ARTICLE
679 Kasus DBD di Medan Sejak Januari-Juli 2025