Bos Farmasi Mendadak Pingsan saat Donald Trump Berpidato di Gedung Putih

Presiden AS Donald Trump berdiri setelah seorang pria pingsan saat pengumuman tentang obat penurun berat badan di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, DC, Rabu (6/11/2026). (foto: afp/mistar)
Washington DC, MISTAR.ID
Momen menegangkan terjadi di Gedung Putih ketika seorang eksekutif perusahaan farmasi mendadak pingsan di belakang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat berpidato terkait obat penurun berat badan, Rabu (6/11/2025) waktu setempat.
Kejadian itu terekam dalam siaran langsung ketika CEO Eli Lilly Dave Ricks sedang berbicara di Oval Office. Tiba-tiba, seorang pria yang berdiri di belakangnya jatuh ke lantai, sebagaimana dilansir The New Daily. Ricks sontak berhenti berbicara dan bertanya, "Apakah kamu baik-baik saja, Gordon? Gordon, kamu baik-baik saja?"
Beberapa orang di ruangan itu segera memberikan pertolongan, sementara Trump berdiri dari kursinya dan memperhatikan situasi tersebut. Media kemudian segera diminta keluar dari ruangan.
Awalnya, pria tersebut dikabarkan bernama Gordon Finlay dari perusahaan Novo Nordisk. Namun, Novo Nordisk membantah Finlay hadir dalam acara itu.
"Kami berharap pria yang mengalami insiden medis hari ini dalam keadaan baik," tulis perusahaan itu di media sosial.
Menurut keterangan saksi di lokasi, salah satu yang membantu memberikan pertolongan adalah Dr Mehmet Oz, Administrator untuk Centers for Medicare and Medicaid Services.
Baca Juga: Ketua DPR AS Angkat Bicara Soal Donald Trump Berencana Calonkan Diri Lagi Sebagai Presiden
"Selama pengumuman kebijakan di Oval Office, seorang perwakilan dari salah satu perusahaan pingsan. Tim medis Gedung Putih segera bertindak, dan pria tersebut kini dalam kondisi baik," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt.
Ketika konferensi dilanjutkan, Trump meminta maaf atas gangguan yang terjadi. "Salah satu perwakilan sempat merasa pusing dan jatuh. Ia sudah mendapat perawatan dokter, dan sekarang baik-baik saja," ujar Trump.
Obat penurun berat badan
Konferensi pers tersebut digelar untuk mengumumkan kesepakatan antara pemerintahan Trump dengan perusahaan farmasi Eli Lilly dan Novo Nordisk guna memperluas akses masyarakat AS terhadap obat penurun berat badan populer, Zepbound dan Wegovy.
Kedua obat tersebut, yang dikenal sebagai GLP-1 receptor agonist, mengalami lonjakan popularitas dalam beberapa tahun terakhir. Namun, akses pasien masih terbatas karena harga tinggi sekitar 500 dolar AS (sekitar Rp 8,3 juta) per bulan untuk dosis tinggi serta minimnya cakupan asuransi.
Menurut data federal, lebih dari 100 juta orang dewasa di AS mengalami obesitas. Pemerintah AS menyebut mulai tahun depan, obat tersebut akan dijangkau oleh pasien penerima asuransi Medicare, sementara harga lebih murah akan diterapkan bertahap bagi pasien tanpa asuransi.
Selain itu, versi pil dari obat serupa akan dijual dengan harga mulai 149 dolar AS (sekitar Rp 2,4 juta) per bulan apabila mendapat persetujuan edar. "Langkah ini akan menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kesehatan jutaan orang Amerika," kata Trump dalam pengumuman itu.
Ia juga menyebut obat GLP-1 sebagai obat untuk lemak. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk menekan harga obat di tengah kekhawatiran publik terhadap tingginya biaya hidup.
Sebelumnya, Pfizer dan AstraZeneca telah sepakat menurunkan harga obat resep untuk program Medicaid setelah Trump menandatangani perintah eksekutif pada Mei lalu yang menetapkan batas harga obat bagi perusahaan farmasi.
Obat penurun berat badan ini bekerja dengan menargetkan hormon di otak dan saluran pencernaan yang mengatur nafsu makan serta rasa kenyang. Berdasarkan uji klinis, pengguna dapat menurunkan berat badan hingga 15–22 persen.
"Trump adalah sahabat rakyat kecil," ujar Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Robert F Kennedy Jr saat acara tersebut. "Obesitas adalah penyakit kemiskinan. Selama ini, obat ini hanya bisa diakses oleh orang kaya," ucapnya.
Menurut data 2017–2020 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, tingkat obesitas justru sedikit lebih tinggi pada kelompok masyarakat berpenghasilan menengah dibanding mereka yang berpenghasilan paling rendah maupun tertinggi. Pengumuman kebijakan harga obat ini muncul hanya beberapa hari setelah Partai Demokrat meraih kemenangan besar dalam sejumlah pemilihan di AS, di tengah kekhawatiran publik yang masih didominasi isu ekonomi.
PREVIOUS ARTICLE
Filipina Tetapkan Keadaan Darurat Imbas Topan Kalmaegi



















