Warga Samosir Laporkan Dugaan Penyelewengan Dana Bansos ke Jaksa Agung

Warga Samosir usai melaporkan dugaan penyelewengan dana bansos di Kejaksaan Agung RI. (f:ist/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Warga Pulau Samosir yang tergabung dalam Aliansi Perantau Asal Samosir (APAS) mendatangi Kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta, Senin (23/6/2025). Kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Samosir.
Koordinator APAS, Wulan Rygyar Nainggolan, menjelaskan dana pemulihan ekonomi pasca banjir bandang di Desa Kenegerian Sihotang tahun 2024 dengan nilai anggaran mencapai Rp1,5 miliar lebih diduga telah disalahgunakan.
“Dana tersebut seharusnya disalurkan kepada 303 kepala keluarga dengan masing-masing menerima Rp5 juta. Namun praktik di lapangan tidak sesuai aturan,” ujar Wulan dalam siaran pers yang diterima Mistar.
Menurut Wulan, penerima bantuan berasal dari tiga desa, yakni Desa Siparmahan sebanyak 162 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Desa Dolok Raja sebanyak 77 KPM, dan Desa Sampur Toba sebanyak 64 KPM. Semuanya berada di Kenegerian Sihotang.
Ketiganya masuk dalam program usaha produktif bansos, namun nyatanya, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan maupun pengadaan.
Alih-alih menerima dana langsung ke rekening pribadi, para penerima diarahkan untuk membeli barang ke Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Tindakan ini disebut dilakukan atas arahan Kepala Dinas Sosial PMD Kabupaten Samosir berinisial AFKK, bekerja sama dengan Direktur Bumdes berinisial PS serta beberapa kepala desa setempat,sebut Wulan.
“Mereka membuat seolah-olah pembelian barang itu atas inisiatif penerima bantuan. Padahal uang yang masuk ke rekening penerima langsung ditransfer ke rekening Bumdes,” kata Wulan.
Wulan juga menyoroti harga barang yang tidak wajar, seperti harga anak babi yang biasa dijual Rp800.000 di pasaran, namun Bumdes dijual Rp1.200.000 per ekor.
Menurutnya, kualitas barang juga buruk dan nilai riil bantuan yang diterima masyarakat hanya sekitar Rp3 juta hingga Rp4 juta.
“Yang dibutuhkan masyarakat sebenarnya adalah uang tunai, bukan pupuk atau alat mesin pertanian, karena lahan mereka masih rusak akibat bencana,” tuturnya.
APAS menilai penyaluran bansos tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 4 Tahun 2015 jo Permensos Nomor 10 Tahun 2020 tentang bantuan langsung tunai untuk korban bencana.
Beberapa ketentuan yang dianggap dilanggar antara lain bantuan harus dalam bentuk uang tunai disalurkan langsung ke rekening korban bencana, dan penggunaan bantuan ditentukan sendiri oleh keluarga penerima sesuai kebutuhan dasar.
APAS juga mencurigai adanya motif politik di balik penyaluran bansos yang dilakukan menjelang Pilkada 2024. Mereka menuding bantuan tersebut dijadikan alat untuk pemenangan calon bupati petahana.
“Kami menduga ada permufakatan jahat antara bupati petahana dan oknum Kejari Samosir sehingga proses penyelidikan kasus ini mandek. Maka dari itu, kami meminta Jaksa Agung untuk mengambil alih penanganan kasus ini,” ucap Wulan.
Sebelumnya, dugaan penyelewengan Bansos tersebut telah dilaporkan Marko Panda Sihotang ke Kejaksaan Negeri Samosir pada 15 Januari 2025. (Pangihutan/hm18)