Thursday, June 26, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Terdakwa Kasus Janin Meninggal Keberatan Dituntut 14 Tahun Penjara

journalist-avatar-top
Kamis, 26 Juni 2025 14.23
terdakwa_kasus_janin_meninggal_keberatan_dituntut_14_tahun_penjara

Terdakwa Elensia Elyora Perangin-angin saat menjalani persidangan di PN Medan. (f:deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Elensia Elyora Perangin-angin, terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap seorang wanita hamil yang mengakibatkan janin dalam kandungannya meninggal dunia, menyatakan keberatan atas tuntutan 14 tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Keberatan tersebut disampaikan melalui penasihat hukumnya, Kelvin Kondrad Tampubolon, usai pembacaan duplik di Ruang Sidang Cakra 3, Pengadilan Negeri Medan.

Kelvin menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari dugaan penganiayaan yang terjadi di sebuah warung kopi (warkop) di Jalan Setia Budi Ujung, Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, pada Sabtu (7/9/2024).

"Yang ditangani ini masalah penganiayaan. Ada seorang ibu hamil berkelahi dengan terdakwa. Namun, menurut pengakuan terdakwa, perkelahian itu hanya sebatas jambak-jambakan," ujarnya, Kamis (26/6/2025).

Kelvin menyebut, korban yang merupakan ibu hamil bernama Etri Wati Purba, mengaku bahwa anak dalam kandungannya meninggal dunia usai perkelahian tersebut.

"Makanya harus dibuktikan dulu masalah penganiayaan itu bagaimana, kok bisa jadi meninggal anaknya? Rupanya waktu di persidangan, jaksa hanya menunjukkan hasil visum et repertum terhadap jenazah anaknya saja. Sedangkan penganiayaannya tidak ada," jelasnya.

Atas dasar itu, pihaknya menilai ada kejanggalan dan mencurigai adanya rekayasa dalam kasus ini. Sebab, menurut fakta persidangan, perkelahian antara terdakwa dan korban hanya sebatas tarik-menarik rambut.

"Antara korban dengan terdakwa saling kenal. Awalnya didasari kecurigaan bahwa si terdakwa berselingkuh dengan suami si ibu hamil. Terdakwa sedang duduk di warkop, lalu ibu hamil datang dan menuduhnya berselingkuh, kemudian membanting handphone milik terdakwa," papar Kelvin.

Merasa dirugikan, terdakwa secara spontan membela diri hingga terjadi jambak-jambakan antara keduanya.

"Semua saksi yang dihadirkan menyatakan mereka jambak-jambakan. Makanya, enggak relevanlah jambak-jambakan bisa menyebabkan kematian pada anak dalam kandungan," lanjutnya.

Karena itu, ia meminta majelis hakim agar membebaskan Elensia dari segala dakwaan, karena menurutnya jaksa tidak dapat membuktikan adanya penganiayaan yang menyebabkan kematian janin.

"Yang paling penting kami sampaikan ialah kami keberatan, karena visum itu cuma terhadap si jenazah bayi, tapi visum terhadap ibunya tidak ada. Tuntutannya 14 tahun penjara, tapi di nota pembelaan kami minta supaya terdakwa ini dibebaskan karena JPU kami rasa kurang alat bukti," tegas Kelvin.

Jaksa dalam tuntutannya menilai Elensia telah melanggar Pasal 80 ayat (3) Jo. Pasal 76C Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang telah diubah dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sesuai dakwaan alternatif kesatu.

Majelis hakim yang diketuai Lenny Megawaty Napitupulu menjadwalkan sidang pembacaan putusan terhadap Elensia pada Rabu (9/7/2025) mendatang. (deddy/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN