ASN Dinkes Medan Divonis Delapan Bulan Percobaan dalam Kasus Penganiayaan Mahasiswi

Terdakwa Doris Fenita Br. Marpaung (kanan) dan terdakwa Riris Partahi Br. Marpaung (kiri) saat menjalani sidang putusan di PN Medan. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Doris Fenita Br Marpaung, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Kesehatan Kota Medan, bersama kakaknya, Riris Partahi Br. Marpaung, divonis delapan bulan masa percobaan dalam perkara penganiayaan terhadap seorang mahasiswi bernama Erika Theresia Siringo-ringo.
Amar putusan tersebut dibacakan dalam sidang di Ruang Cakra 6, Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Rabu (18/6/2025). Majelis hakim yang diketuai Efrata Happy Tarigan menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
"Menjatuhkan pidana kepada masing-masing terdakwa dengan hukuman penjara selama empat bulan. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali jika di kemudian hari mereka melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan delapan bulan," ucap Efrata dalam persidangan.
Hakim Tidak Sependapat dengan Tuntutan Jaksa
Majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Medan, Septiana Lestari Panjaitan, yang sebelumnya menuntut hukuman penjara selama empat bulan tanpa masa percobaan.
"Menurut majelis hakim, tuntutan JPU tidak memenuhi rasa keadilan dengan memperhatikan fakta bahwa para terdakwa melakukan perbuatan dengan awal dari tindakan saksi korban yang menghampiri para terdakwa, sehingga terjadi adu mulut dan terjadi perkelahian," tutur Efrata.
Hakim juga mempertimbangkan hubungan kekerabatan antara para pihak, di mana korban dan terdakwa adalah sepupu kandung. Riris disebut masih merawat ibu yang lanjut usia, sementara Doris memiliki anak kecil yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Faktor yang Meringankan dan Memberatkan
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyampaikan bahwa kedua terdakwa telah menyesali perbuatannya dan menunjukkan sikap kooperatif selama persidangan. Mereka juga berusaha melakukan perdamaian dengan korban, meskipun hingga kini belum tercapai.
Namun, perbuatan para terdakwa dinilai meresahkan masyarakat dan menimbulkan trauma serta luka pada korban. Tidak adanya perdamaian menjadi salah satu hal yang memberatkan.
"Keadaan yang meringankan adalah sikap sopan para terdakwa selama persidangan, penyesalan atas perbuatannya, serta fakta bahwa keduanya belum pernah dihukum sebelumnya," ujar Efrata.
Kasus Berawal dari Acara Dukacita
Kasus ini bermula pada Kamis, 9 November 2023, sekitar pukul 17.00 WIB, saat Erika sedang berada di halaman rumahnya di Jalan M Nawi Harahap Blok E No. 10, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai.
Saat itu, sedang berlangsung acara dukacita atas meninggalnya kakak dari ibu korban (inang tua).
Di tengah acara, terjadi keributan antara para terdakwa dan pihak keluarga. Erika yang tidak mengetahui sumber masalah berusaha menenangkan suasana. Namun, ia justru menjadi sasaran emosi.
Tanpa peringatan, Doris mendekati Erika dan menampar pipi kirinya. Riris kemudian turut mendekat dan bersama Doris, menjambak rambut Erika, menarik tubuhnya, dan menyeretnya hingga ke pinggir jalan.
Di sana, Erika dihempaskan ke aspal. Warga yang melihat kejadian tersebut segera melerai dan membantu Erika kembali ke dalam rumah.
Status Hukum dan Sikap Para Pihak
Selama proses persidangan, Doris dan Riris tidak ditahan. Hakim bahkan sempat memperingatkan bahwa mereka akan ditahan jika kembali mangkir dari sidang.
Usai pembacaan putusan, baik JPU maupun pihak terdakwa menyatakan masih pikir-pikir untuk menentukan apakah akan mengajukan banding. (deddy/hm27)