Polisi Tunggu Hasil DNA untuk Ungkap Ayah Bayi yang Dikirim via Ojol


Kedua pelaku saat diinterogasi polisi. (f: putra/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Polisi belum memastikan bayi tewas yang dikirim melalui ojek online (ojol) itu hasil hubungan NH dan R atau bukan. Pasalnya, NH telah berhubungan dengan beberapa pria. Pun begitu, NH tak menampik jika dirinya pernah berhubungan badan dengan R.
Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setiawan, mengatakan pihaknya masih menunggu hasil DNA untuk mengungkap orang tua bayi tersebut. Pasalnya, NH sendiri tidak mengetahui ayah dari bayi malang itu.
"Harus kita DNA, kita masih menunggu. Karena dia juga nggak ngerti siapa bapaknya. Dia mengakui ada hubungan asmara (pacaran) antara mereka berdua ini," katanya, Jumat (9/5/2025).
Gidion mengatakan, NH dan R merupakan saudara kandung. R, 25 tahun, merupakan abang kandung dari NH, 21 tahun. Keduanya tinggal di salah satu rumah Barak Tambunan, Sicanang, Belawan.
"Iya (saudara kandung). Mereka tinggal di Barak Tambunan itu. Kalau mereka tinggal sama orang tua atau orang tuanya tau atau nggak, saya belum tau. Karena sudah dewasa keduanya, sudah bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Kalau anak-anak kita wajib tau siapa orang tuanya," ucapnya.
Gidion mengatakan, pihaknya juga belum mendalami mengapa keduanya nekat berhubungan meski sedarah. "Pasti ada sesuatu. Kita masih mendalami. Masih banyak hal-hal yang perlu kita dalami lagi," ujarnya.
Bayi Sengaja Hendak Dibuang
Mantan Kapolres Metro Jakarta Utara itu mengatakan, tujuan keduanya memesan ojol untuk membuang bayi tersbeut. Keduanya bingung setelah mengetahui bayi tersebut tewas. Ide pengiriman melalui ojol merupakan buah pikiran R.
"Memang mau dibuang. Tingkat kecerdasan orang kan beda-beda. Jadi mereka sengaja mau membuang dengan memesan ojol ke sini," ucapnya.
Gidion mengatakan, bayi berjenis kelamin laki-laki itu belum memiliki nama. Ia merupakan anak pertama dari NH. Sejauh ini pihaknya masih menunggu proses scientific investigation untuk konstruksi hukum keduanya.
"Kita masih mau memastikan penyebab kematiannya. Kalau ada kekerasan yang mengakibatkan kematian bayi, pasti lebih berat, Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Tapi kalau kematian bayi secara wajar, memang karena sakit, ada kondisi yang tidak bisa dilakukan ibunya, pasalnya akan berbeda. Sementara kita kenakan Pasal 80," tuturnya. (putra/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Surati PN Medan, LBH Minta Panitera Pengganti Sumardi Kooperatif