Friday, June 20, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Perang Iran-Israel Ancam Selat Hormuz, Biaya Logistik Global Tertekan

journalist-avatar-top
Jumat, 20 Juni 2025 08.57
perang_iranisrael_ancam_selat_hormuz_biaya_logistik_global_tertekan

Ilustrasi. (f: getty images/mnistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel di kawasan Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global, terutama dalam sektor logistik. Ancaman terhadap jalur distribusi energi di Selat Hormuz menjadi sorotan utama, karena berpotensi mengganggu arus minyak dan gas dunia, sekaligus mendorong lonjakan biaya logistik internasional.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Institute, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengatakan para pelaku logistik, baik domestik maupun internasional, kini mulai melakukan kalkulasi risiko terhadap potensi blokade di Selat Hormuz.

"Saat ini para pelaku usaha logistik rantai pasok internasional dan nasional telah melakukan kalkulasi risiko melewati wilayah perairan yang berdekatan dengan Selat Hormuz," ujar Yukki dalam pernyataan tertulisnya, kemarin.

Selat Hormuz merupakan salah satu jalur pelayaran paling strategis di dunia. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), sekitar 20 juta barel minyak mentah—atau sekitar 30% dari total perdagangan minyak global—melintasi selat ini setiap hari. Selain itu, sekitar 20% dari total perdagangan gas alam cair (LNG) dunia juga melewati selat ini.

Potensi gangguan akibat blokade Selat Hormuz oleh Iran, jika terjadi, akan berdampak besar pada rantai pasok global, khususnya distribusi energi menuju Asia Pasifik.

"Jika akses logistik melalui selat ini terganggu, maka distribusi energi dan barang lainnya akan ikut terdampak. Ini tentu berisiko besar bagi stabilitas logistik global," katanya.

Yukki juga mengingatkan jika konflik bereskalasi dan menyebabkan blokade Selat Hormuz, maka harga energi global akan melonjak. Hal ini secara otomatis mendorong biaya logistik naik akibat kenaikan harga bahan bakar dan penyesuaian rute pengiriman.

“Jika blokade Selat Hormuz dilakukan sebagai bentuk retaliasi Iran terhadap Israel, maka kenaikan biaya logistik tidak hanya terjadi akibat perubahan rute, tapi juga dari lonjakan biaya operasional karena harga energi yang meningkat,” ucapnya.

Kondisi ini, menurut Yukki, bisa berdampak langsung pada sektor ekspor-impor Indonesia. Peningkatan ongkos logistik akan menurunkan daya saing produk ekspor, sementara barang impor juga bisa mengalami keterlambatan distribusi dan kenaikan harga.

Apalagi, dunia saat ini masih berada dalam tekanan perlambatan ekonomi global dan ketegangan perdagangan yang terus berlangsung sepanjang 2025.

“Pelaku usaha nasional perlu waspada dan antisipatif terhadap potensi kenaikan biaya logistik jika konflik ini berlangsung lama dan meluas ke jalur perdagangan utama lain seperti Laut Merah,” tutur Yukki.

Ia juga mengingatkan situasi serupa pernah terjadi pada akhir 2023 hingga awal 2024, ketika konflik di Laut Merah menyebabkan lonjakan biaya pengangkutan dan keterlambatan pengiriman global. (detik/hm24)

REPORTER: