Rokok Ilegal Makin Merajalela, Industri Hasil Tembakau Kian Tertekan

Ilustrasi rokok ilegal. (f: adil/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Industri hasil tembakau (IHT) kembali menjadi sorotan di tengah perlambatan ekonomi dan tekanan global. Sebagai salah satu sektor strategis nasional, IHT tidak hanya menyumbang penerimaan negara melalui cukai, tetapi juga menjadi sumber penghidupan bagi jutaan tenaga kerja.
Anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, menekankan pentingnya menjaga stabilitas IHT. Menurutnya, kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat signifikan.
“IHT merupakan industri strategis yang sangat penting bagi penerimaan negara. Dari CHT saja, kontribusinya mencapai Rp216,9 triliun pada tahun 2024. Ini setara dengan 96% dari total penerimaan cukai negara,” ujar Harris di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Dengan kontribusi sebesar itu, Harris mengingatkan kebijakan fiskal terkait IHT harus dirancang secara hati-hati. Target penerimaan negara yang terus meningkat membuat ruang untuk kesalahan menjadi sangat sempit.
“Room for error-nya kecil sekali. Industri seperti IHT harus benar-benar dilindungi. Jika tidak, dampaknya bisa meluas, bukan hanya pada pendapatan negara, tetapi juga terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat,” katanya.
Harris juga mengkritisi kebijakan fiskal yang terlalu menekan, terutama dalam kondisi ekonomi domestik yang sedang lesu, sebagaimana tercermin dari penurunan indeks manufaktur (PMI). Menurutnya, tekanan fiskal berlebihan bisa menjadi bumerang bagi sektor padat karya seperti IHT.
“Industri rokok ini menyerap jutaan tenaga kerja—mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang eceran. Kalau ditekan terlalu keras, dampaknya besar terhadap lapangan pekerjaan,” jelasnya.
Selain itu, Harris juga menyoroti meningkatnya peredaran rokok ilegal sebagai ancaman serius. Ia menyebut kebijakan cukai yang terlalu agresif justru mendorong konsumen beralih ke produk ilegal yang tidak berkontribusi terhadap negara.
“Disparitas harga akibat mahalnya pita cukai jadi pemicu utama. Meski data resmi menyebutkan rokok ilegal sebesar 6,9% pada 2023, di lapangan angkanya bisa jauh lebih besar,” ungkapnya.
Menurutnya, keberadaan rokok ilegal tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga melemahkan industri legal yang taat aturan.
“Mereka hanya menguntungkan segelintir pihak dan oknum tertentu, sementara industri legal yang mematuhi regulasi justru terhimpit,” tegas Harris.
Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan dari CHT sebesar Rp230,09 triliun pada 2025, dari total target cukai Rp244,2 triliun dalam APBN. Karena itu, Harris mendesak agar kebijakan fiskal dirumuskan dengan lebih cermat agar tidak mematikan industri legal sekaligus menekan laju peredaran rokok ilegal. (detik/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Hari ini, Rupiah Melemah di Angka Rp16.367