Saturday, June 14, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Kuota Internet Hangus Rp63 Triliun, LAPK Desak Evaluasi Perlindungan Konsumen

journalist-avatar-top
Jumat, 13 Juni 2025 15.20
kuota_internet_hangus_rp63_triliun_lapk_desak_evaluasi_perlindungan_konsumen

Ilustrasi. (f: ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Isu hangusnya kuota internet konsumen senilai Rp63 triliun menjadi sorotan publik. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan, kebijakan terkait masa aktif kuota internet telah sesuai dengan regulasi yang berlaku dan praktik global.

Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Medan, Padian Adi, turut angkat bicara. Ia menilai, selama ini operator maupun pihak terkait hanya menyoroti regulasi teknis masa aktif kuota.

Tapi, di sisi lain tidak membahas apakah kebijakan hangusnya kuota tersebut melanggar hak konsumen atau tidak.

Menurutnya, perlu ada evaluasi mendalam apakah kebijakan tersebut melanggar aturan perlindungan konsumen atau ketentuan dalam peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika.

"Bukan itu sebenarnya argumen untuk menyatakan bahwa kebijakan masa aktif boleh dilakukan oleh operator seluler. Tapi, kita bicara soal kuota internet yang hangus ini perginya kemana? Kemudian, ini harus transparan," ujarnya kepada Mistar, Jumat (13/5/2025).

Lebih lanjut, Padian mengatakan seharusnya ada formulasi yang lebih efektif. Misalnya sisa kuota dapat dipakai apabila masa aktifnya diperpanjang. Atau, pulsa dapat digunakan apabila waktu masa aktifnya diperpanjang kembali.

"Tentu hal yang serupa dapat diterapkan pada kuota atau paket internet konsumen. Apabila kuota internet habis masa berlakunya, tinggal diperpanjang masa aktif atau terakumulasi pada kuota internet berikutnya," ucapnya.

Dikatakan Padian, demi menjamin hak dan mencegah kerugian konsumen langkah mengaktifkan kuota internet tersisa dengan kuota baru masih relevan dilakukan.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu menilai hangusnya kuota internet tidak melanggar aturan adalah pernyataan tidak fair, karena konsumen telah mengeluarkan uang untuk mendapatkan kuota. Secara hak, seharusnya itu milik konsumen.

"Hal yang paling penting adalah transparansi kuota itu kemana? Aspek transparansinya agar dijelaskan dan dirancang formulasinya agar mencegah kerugian konsumen akibat hangusnya kuota paket internet," tuturnya. (berry/hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN