Friday, October 10, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Fenomena Rojali dan Rohana, Cermin Menurunnya Daya Beli dan Tantangan Sektor Ritel di Indonesia

Mistar.idJumat, 10 Oktober 2025 16.58
journalist-avatar-top
AA
fenomena_rojali_dan_rohana_cermin_menurunnya_daya_beli_dan_tantangan_sektor_ritel_di_indonesia

Masyarakat memenuhi salah satu mall di Kota Medan. (Foto: amita/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pengamat Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Professional Manajemen College Indonesia, Sunarji Harahap, M.M., menyoroti meningkatnya fenomena Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Melihat-lihat) yang kini menjadi tanda tekanan serius terhadap sektor ritel fisik di Indonesia.

Meskipun data kunjungan ke pusat perbelanjaan modern atau mall meningkat, omzet pelaku usaha justru menurun, menunjukkan kontradiksi yang dipicu oleh penurunan daya beli dan pergeseran perilaku konsumen.

Sunarji menjelaskan bahwa Rojali dan Rohana, yang berasal dari kelas menengah bawah hingga atas, dipengaruhi oleh tiga faktor utama.

Pertama, kenaikan harga kebutuhan pokok. Inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga beras, daging, dan transportasi membuat masyarakat melakukan realokasi anggaran. Belanja non-esensial seperti pakaian di mall menjadi prioritas kedua, sementara kunjungan ke mal lebih sebagai hiburan.

Kedua, pergeseran perilaku belanja (showrooming). Kebiasaan membeli daring yang berlanjut pasca-pandemi menciptakan fenomena di mana konsumen melihat produk langsung di mall, lalu membelinya secara online karena harga lebih murah.

Ketiga, tujuan utama refreshing. Sebagian masyarakat datang ke mall hanya untuk menikmati suasana adem dan nyaman, menjadikannya ruang publik populer dibanding pasar tradisional.

“Tekanan terhadap sektor ritel ini diperkuat oleh data ekonomi makro yang melemah, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 yang turun ke level 117,8 (terendah dalam tiga tahun) dan pertumbuhan PDB Kuartal I 2025 yang melambat ke 4,87 persen, di mana lesunya konsumsi rumah tangga menjadi penyebab utama,” katanya, Jumat (10/10/2025).

Jika kondisi ini berlanjut, Sunarji memperingatkan bahwa sektor ritel bisa terpukul dan berpotensi menimbulkan PHK massal, sehingga langkah antisipatif pemerintah dan pelaku usaha sangat penting.

“Pemerintah perlu memberikan perhatian serius pada industri ritel yang padat karya, baik melalui insentif pajak atau stimulus seperti penyelenggaraan event di mall. Yang paling penting adalah pengendalian inflasi agar daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, kembali terjaga,” ucapnya.

Sunarji menambahkan bahwa mall tidak bisa hanya menjadi tempat transaksi, melainkan harus bertransformasi menjadi ekosistem ekonomi sosial yang hidup.

Ia menyarankan model baru dengan mengubah fokus dari pusat perbelanjaan menjadi pusat komunitas (seperti Mall Sarinah) dan one-stop place (seperti Plaza Indonesia) yang menawarkan pengalaman interaktif.

Konsep yang disarankan mencakup hiburan interaktif, co-working space, ruang seni, dan klinik. Selain itu, toko fisik perlu menjadi simpul strategis dalam jaringan omnichannel, dengan memanfaatkan teknologi seperti pengecekan stok real-time dan live selling untuk menghubungkan pengalaman offline dan online.

“Fenomena Rojali dan Rohana tidak serta-merta mencerminkan pesimisme, tetapi menunjukkan perubahan perilaku konsumen yang lebih selektif,” ujar Sunarji.

Ia mengajak para pelaku usaha untuk beradaptasi dengan model bisnis hybrid, memadukan offline dan online, serta meningkatkan layanan pelanggan (good service) agar tetap relevan di tengah perubahan pola konsumsi masyarakat.

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN