Bitcoin Anjlok Usai Serangan AS ke Iran, Investor Panik di Tengah Ketegangan Geopolitik

Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memicu bitcoin anjlok (f:ist/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Harga Bitcoin (BTC) kembali anjlok setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap Iran pada Sabtu (21/6/2025), memperburuk ketegangan geopolitik global yang sebelumnya sudah panas akibat konflik dengan Israel. Kondisi ini memicu aksi jual investor dan tekanan besar di pasar kripto internasional, termasuk Indonesia.
Menurut data dari platform Indodax, harga Bitcoin sempat jatuh di bawah US$105.000 atau sekitar Rp1,73 miliar. Penurunan ini dikaitkan dengan aksi ambil untung serta kepanikan jangka pendek di tengah ketidakpastian global.
“Volatilitas pasar kripto di masa-masa seperti ini bukan hal baru. Justru ini jadi momen penting bagi investor jangka panjang untuk konsolidasi dan akumulasi,” kata Chairman Indodax, Oscar Darmawan, Minggu (22/6/2025).
Baca Juga: Kripto dan Bitcoin Dilegalkan di Vietnam
Oscar menekankan pentingnya investor tetap tenang dan rasional, mengingat kripto masih sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, khususnya geopolitik dan kebijakan makroekonomi.
Meski harga saat ini menurun, banyak analis masih optimis terhadap prospek jangka panjang Bitcoin. Setelah mencetak All-Time High (ATH) awal tahun ini dan didorong oleh adopsi institusional serta pengaruh halving 2024, beberapa pihak menyebut target US$200.000 atau Rp3,28 miliar, bukan sekadar fantasi.
Halving Bitcoin pada April 2024 memangkas pasokan harian BTC di bawah 450 koin, memicu kelangkaan saat permintaan meningkat. Ditambah dengan kehadiran ETF spot Bitcoin dan minat besar dari investor institusi, kapitalisasi pasar kripto pun melesat.
Data dari media sosial dan Google Trends menunjukkan peningkatan minat ritel yang belum terlihat sejak akhir 2021, menandakan bahwa sentimen bullish tengah menguat.
Faktor Makro yang Menggerakkan Pasar
Inflasi AS dan Kebijakan The Fed
CPI AS per April mencatat inflasi 2,3% YoY. Ini memicu harapan pemangkasan suku bunga pada kuartal III 2025. Namun, tarif baru dari AS bisa memicu lonjakan inflasi lagi.
Ketidakpastian Global
Ketegangan antara AS, China, dan Iran-Israel menambah daya tarik Bitcoin sebagai lindung nilai makro.
Kebijakan Bank Sentral Dunia
ECB dan Bank of England diperkirakan bersikap dovish, memperlonggar likuiditas global. Tapi perbedaan waktu dalam pemangkasan suku bunga bisa menciptakan tantangan tambahan bagi trader kripto.
Risiko: Penjualan Whale dan Regulasi Kripto
Di tengah potensi kenaikan, pasar tetap menghadapi risiko besar. Pada Mei 2025, penjualan masif oleh whale senilai lebih dari US$2 miliar mengguncang pasar, menunjukkan bahwa euforia masih mudah dibalikkan.
Di AS, regulasi baru termasuk pajak kripto dan proposal pelaporan transaksi masih menekan sentimen. Ditambah dengan ancaman inflasi yang bisa memburuk akibat tarif dan suku bunga tinggi, tekanan pada pasar bisa terjadi sewaktu-waktu.
Peluang di Balik Volatilitas
Bagi trader berpengalaman, fluktuasi tajam ini justru membuka peluang profit jangka pendek. Investor jangka panjang dapat mempertimbangkan strategi dollar cost averaging saat harga koreksi.
“Volatilitas akan selalu menjadi bagian dari kripto. Kuncinya adalah tetap update dengan kebijakan bank sentral, aliran dana institusional, dan sinyal teknikal,” kata analis Octa Broker, Kar Yong Ang. (*)
PREVIOUS ARTICLE
KUR Petani Turun, Pengamat: Upaya Mendukung Swasembada Gula