Pondok Kayu di Pantai Pasir Putih Parbaba Samosir Jadi Daya Tarik Wisatawan

Pengunjung objek wisata Pasir Putih Parbaba sedang menikmati keindahan Danau Toba dari Pondok kayu. (f:pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Di tengah geliat pariwisata Danau Toba, Pantai Pasir Putih Parbaba di Kabupaten Samosir tetap menjadi salah satu destinasi favorit. Tak hanya karena hamparan pasir putih dan jernihnya air danau, tetapi juga karena hadirnya pondok-pondok kayu yang khas dan alami.
Pondok-pondok kayu itu berdiri rapi di sepanjang bibir pantai, menyajikan suasana sejuk dan asri. Terbuat dari bahan alam, seperti papan pinus dan bambu, pondok ini dirancang sederhana namun tetap nyaman untuk bersantai.
Bentuknya pun unik. Beratap seng sederhana, pondok-pondok tersebut terbuka di keempat sisinya, membiarkan angin sepoi-sepoi dan aroma air Danau Toba mengalir leluasa.
Salah seorang wisatawan, Fitri asal Riau mengaku menikmati keindahan Danau Toba dari pondok kayu. "Untung bang, ada pondok ini, jadi kami dapat menikmati keindahan danau Toba ini dan berlindung dari teriknya panas," ujarnya.
Selain itu, kata Fitri, pondok ini bisa tempat santai sambil menikmati makanan dan minuman, pelayanan disini sudah bagus, kebersihan juga terjaga.
Kehadiran pondok kayu itu menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan domestik yang datang bersama keluarga. Mereka menjadikannya sebagai tempat berteduh dari terik matahari, beristirahat sambil menyantap makanan, atau sekadar menikmati panorama danau.
Banyak pengunjung merasa pondok kayu itu menghadirkan kesan lokal yang otentik. Nuansa tradisional yang lekat dengan kearifan lokal memberi pengalaman berbeda dibanding fasilitas wisata modern yang serba mewah.
Esmi, pelaku wisata di Pantai Pasir Putih Parbaba menyebut pondok-pondok itu dibuat dan dikelola masyarakat sekitar. “Pondok ini bukan milik perusahaan besar. Ini usaha rakyat, hasil swadaya dan keringat warga lokal,” tuturnya.
Menurutnya, pondok kayu juga menjadi simbol keterlibatan masyarakat dalam mengelola pariwisata. “Kami tidak hanya menonton. Kami ikut menata, membersihkan, dan menjaga agar pantai ini tetap ramah bagi pengunjung,” katanya.
Para pengunjung yang ingin menyewa pondok hanya dikenakan tarif sangat terjangkau, rata-rata Rp50.000, tergantung ukuran dan fasilitasnya. Harga itu sudah termasuk pelayanan kebersihan dan keamanan.
Pondok-pondok itu juga memicu pertumbuhan ekonomi warga. Selain dari sewa pondok, banyak ibu rumah tangga sekitar yang membuka warung makanan dan minuman, menyuplai kebutuhan wisatawan secara langsung.
Namun, belakangan ini, keberadaan pondok kayu justru menjadi sorotan. Pemerintah daerah disebut-sebut melakukan penertiban dengan dalih penataan kawasan wisata. Hal itu memunculkan protes dari warga.
“Kami merasa heran, pondok rakyat hendak ditertibkan, sementara bangunan besar dari investor tidak disentuh. Padahal kami sudah lebih dulu di sini,” ucapnya.
Dia mengaku kecewa jika kebijakan itu hanya menguntungkan pemodal besar. “Kalau rakyat disingkirkan, lalu siapa yang akan menjaga ruh asli tempat ini?” tuturnya.
Esmi juga menegaskan pondok-pondok itu tidak merusak alam dan justru menjadi bagian dari keindahan lanskap pantai. “Bahkan banyak wisatawan mancanegara bilang mereka lebih suka tempat sederhana seperti ini dibanding hotel berbintang,” ucapnya.
Para pelaku wisata berharap pemerintah bisa bersikap bijak. Penataan boleh saja dilakukan, tetapi dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai mitra, bukan sekadar obyek yang harus dipinggirkan.
Pondok kayu di Pantai Pasir Putih Parbaba bukan sekadar bangunan, melainkan simbol ekonomi kerakyatan dan kearifan lokal. Tumbuh dari kebutuhan, dijaga dengan gotong royong, dan memberi manfaat bagi banyak keluarga.
"Jika dikelola bersama, kehadiran pondok-pondok itu justru bisa menjadi daya tarik utama pariwisata Samosir. Bukan hanya tempat untuk berfoto, tapi juga ruang berinteraksi antara alam, budaya, dan manusia," ucapnya. (Pangihutan/hm18)
PREVIOUS ARTICLE
Penggalian Pasir secara Ilegal Jadi Penyebab Rusaknya Wisata Pasir Putih Parbaba Samosir