Wednesday, September 17, 2025
home_banner_first
SUMUT

Sekda Samosir Rangkap Jabatan Sebagai Plt Kepala Inspektorat

journalist-avatar-top
Rabu, 17 September 2025 13.40
sekda_samosir_rangkap_jabatan_sebagai_plt_kepala_inspektorat

Mantan Anggota DPRD Sumut Oloan Simbolon. (Foto: Pangihutan/Mistar)

news_banner

Samosir, MISTAR.ID

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir, Marudut Tua Sitinjak, rangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Inspektorat.

Menanggapi masalah ini, mantan anggota DPRD Sumut Oloan Simbolon mengatakan rangkap jabatan adalah pelanggaran. Selain itu, juga menciptakan konflik.

Oloan Simbolon menegaskan, rangkap jabatan Sekda sebagai Plt Kepala Inspektorat adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir. Menurutnya, posisi Sekda sudah sangat strategis, sehingga ketika merangkap sebagai pengawas internal, maka independensi inspektorat akan hilang.

“Ini jelas pelanggaran. Sekda adalah Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sementara inspektorat tugasnya mengawasi penggunaan anggaran. Bagaimana mungkin yang mengatur anggaran sekaligus mengawasi dirinya sendiri? Itu logika yang keliru dan melanggar hukum,” tutur Oloan, Rabu (17/9/2025) di Pangururan.

Ia kemudian merinci regulasi yang menurutnya dilanggar. Pertama, kata Oloan, rangkap jabatan ini bertentangan dengan Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), yang menegaskan perlunya independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).

“Ketika Sekda merangkap Kepala Inspektorat, independensi APIP langsung gugur. Ini jelas menyalahi PP 60/2008,” katanya.

Kedua, masih dikatakan Oloan, kondisi itu melanggar Permendagri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang menempatkan Inspektorat berada langsung di bawah Bupati, bukan di bawah kendali Sekda.

“Permendagri jelas mengatakan inspektorat harus langsung kepada Bupati. Kalau dipimpin Sekda, otomatis garis koordinasi rusak. Itu bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi kesalahan mendasar,” ujarnya.

Ketiga, menurutnya, rangkap jabatan tersebut juga menyalahi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang melarang pejabat ASN merangkap jabatan yang menimbulkan benturan kepentingan.

“UU ASN dan UU Pemda tegas mengatur. Tidak boleh ada rangkap jabatan yang menimbulkan conflict of interest. Nah, di sini jelas terjadi benturan kepentingan,” ucapnya.

Selain itu, Oloan juga mengutip Permendagri 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menegaskan peran Sekda sebagai Ketua TAPD. Menurutnya, hal ini membuat posisi Sekda semakin tidak pantas merangkap jabatan pengawas.

“Sekda itu yang memimpin TAPD, artinya dia mengatur alur anggaran. Kalau sekarang dia juga menjadi Plt Kepala Inspektorat, maka dia mengawasi dirinya sendiri. Itu jelas abuse of power,” ucap Oloan.

Ia menilai, pelanggaran ini tidak bisa dianggap enteng. Apalagi, Inspektorat adalah institusi yang punya peran vital dalam mencegah tindak pidana korupsi.

“Kalau inspektorat dipimpin oleh orang yang juga terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran, siapa yang bisa menjamin pengawasan berjalan objektif? Tidak ada,” ujarnya.

Oloan menambahkan, penunjukan Sekda sebagai Plt Kepala Inspektorat memang dimungkinkan secara administratif berdasarkan PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, tetapi sifatnya sementara dan hanya untuk mengisi kekosongan jabatan.

“Plt itu sifatnya sementara, maksimal 6 bulan. Kalau dibiarkan terlalu lama, jelas melanggar aturan. Dan di Samosir ini sudah kelewatan,” kata dia.

Ia kemudian mengingatkan bahwa Surat Edaran BKN Nomor 1/SE/I/2021 menegaskan Plt tidak boleh mengambil keputusan strategis. Namun dalam praktiknya, posisi Plt Kepala Inspektorat jelas sangat strategis.

“Jangan bersembunyi di balik alasan Plt. Karena dalam konteks Inspektorat, Plt tetap memegang kendali penuh. Itu artinya keputusan strategis bisa dimanipulasi,” ucap Oloan.

Ia menilai kondisi ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menciptakan konflik interes yang serius.

“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga menciptakan conflict of interest yang sangat berbahaya. Kalau Sekda memimpin Inspektorat, maka setiap laporan dugaan penyimpangan bisa dikunci di meja sendiri. Dia berpotensi menutup kasus yang seharusnya dibongkar. Itulah konflik interes yang saya maksud,” ujar Oloan.

Menurutnya, hal ini sangat merusak prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan melemahkan sistem pengendalian internal daerah.

Check and balance rusak total. Independensi pengawas hilang, dan potensi korupsi terbuka lebar. Bagaimana mungkin orang yang mengatur anggaran sekaligus mengawasi dirinya sendiri? Itu jelas abuse of power,” ucapnya lagi.

Ia pun mendesak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Ombudsman RI segera turun tangan untuk menindaklanjuti kasus ini.

“KASN harus memanggil dan memberi sanksi kepada pejabat yang membiarkan rangkap jabatan ini. Kalau dibiarkan, maka ini bisa jadi preseden buruk bagi daerah lain,” kata Oloan.

Selain itu, ia juga meminta Bupati Samosir segera menunjuk pejabat yang memenuhi syarat untuk menduduki posisi Kepala Inspektorat secara definitif melalui seleksi terbuka.

“Bupati tidak boleh diam. Segera buka seleksi JPT Pratama untuk Kepala Inspektorat. Jangan lagi ada alasan. Samosir butuh pengawas yang independen, bukan boneka yang dipasang untuk melindungi kepentingan segelintir orang,” katanya. (pangihutan/hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN