Pimpinan Baru Kejati Sumut Harus Jadi Katalis Reformasi, Bukan Distraksi

Founder Ethics of Care, Farid Wajdi menyuarakan bahwa pimpinan yang baru diganti pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) harus menjadi katalis (penggerak), bukan distraksi (pengganggu). (foto:istimewa/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menyoroti pentingnya makna dari pergantian pimpinan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Menurutnya, perubahan ini semestinya menjadi momentum percepatan reformasi lembaga, bukan sekadar formalitas yang tidak menyentuh akar persoalan hukum di daerah.
“Ekspektasi masyarakat terhadap penegakan hukum yang bersih dan efektif sedang meningkat. Ini seharusnya bukan seremoni belaka, tetapi menjadi landasan akselerasi perubahan,” ujar Farid, Senin (7/7/2025).
Ia menegaskan bahwa perubahan personalia di tubuh kejaksaan harus membawa perubahan paradigma. Ia mencontohkan, beberapa pejabat di lingkungan Kejaksaan Agung RI telah terbukti tegas dan progresif dalam menangani kasus-kasus besar. Sayangnya, perubahan serupa belum sepenuhnya tercermin di Sumut.
“Sebagian besar Kejari di Sumut belum menyandang predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) atau Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Ini menjadi ironi. Tanpa transformasi internal, yang berubah hanya nama, bukan paradigma,” tuturnya.
Kajati, lanjutnya, harus menjawab apakah akan melanjutkan kasus besar yang sempat menggantung, atau tetap dibiarkan dalam tumpukan berkas. Jika pembaruan ini bagian dari visi jangka panjang, Sumut bisa jadi contoh reformasi hukum daerah.
"Jika tidak sesuai visi, risiko stagnan bahkan regresi menjadi nyata. Agenda antikorupsi tertunda, kasus besar kehilangan arah, dan runtuhnya kepercayaan publik," ujarnya.
Menurut Farid, yang dibutuhkan adalah komitmen tanpa kompromi, termasuk bekerja dengan berani, transparan, konsisten, dan membangun sistem untuk mencegah kejahatan terulang. (amita/hm27)