NASA Sebut Oksigen di Bumi Bisa Menurun Jauh Lebih Cepat dari Perkiraan

Ilustrasi. (foto: IFL Science)
New York, MISTAR.ID
Studi terbaru yang melibatkan ilmuwan NASA dan Universitas Toho di Jepang mengungkapkan atmosfer kaya oksigen di Bumi mungkin akan berakhir jauh lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan.
Penelitian ini memperkirakan penurunan kadar oksigen secara drastis bisa mulai terjadi dalam waktu sekitar 10.000 tahun ke depan, sementara kehancuran total atmosfer yang mendukung kehidupan kemungkinan terjadi sekitar satu miliar tahun dari sekarang.
“Umur atmosfer kaya oksigen tampaknya jauh lebih pendek dari yang kita duga sebelumnya,” ujar Christopher Reinhard, salah satu peneliti dari Institut Teknologi Georgia.
Penelitian ini berfokus pada keterkaitan antara peningkatan luminositas Matahari dan komposisi atmosfer Bumi. Saat Matahari secara bertahap semakin terang, suhu Bumi pun akan meningkat. Proses ini akan mempercepat penguraian karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer.
Karena tumbuhan memerlukan CO₂ untuk melakukan fotosintesis, penurunan drastis gas ini dapat mengganggu siklus produksi oksigen. Jika tumbuhan tidak bisa bertahan hidup, maka produksi oksigen akan terhenti, dan ini memicu serangkaian dampak serius bagi keberlangsungan kehidupan.
Menurut Kazumi Ozaki, pemimpin riset dari Universitas Toho, kondisi ini akan memicu fenomena yang disebut "deoksigenasi besar-besaran" — yakni hilangnya oksigen dalam jumlah besar dari atmosfer.
Beberapa konsekuensinya antara lain kadar metana akan meningkat tajam, karbon dioksida akan menurun drastis, dan lapisan ozon yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet akan lenyap.
Lingkungan seperti ini akan sangat beracun bagi manusia dan spesies lainnya yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup. Para ahli memperkirakan kadar oksigen bisa menurun hingga sejuta kali lebih rendah dibandingkan saat ini.
Menariknya, kondisi seperti ini bukan hal baru bagi Bumi. Sebelum terjadinya Peristiwa Oksidasi Besar sekitar 2,4 miliar tahun lalu, atmosfer Bumi juga miskin oksigen. Kala itu, hanya mikroorganisme anaerobik yang mampu bertahan hidup.
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa perubahan ini bukan akibat aktivitas manusia, melainkan bagian dari evolusi alami Bumi dan Matahari.
Meski skenario ini tidak mengancam kehidupan manusia dalam waktu dekat, para ilmuwan menyebut temuan ini sangat penting dalam pencarian kehidupan di planet lain.
Atmosfer kaya oksigen sering dianggap sebagai indikator adanya kehidupan, namun penelitian ini menunjukkan bahwa oksigen bukan jaminan permanen. “Bahkan jika sebuah planet memiliki oksigen, itu bisa saja bersifat sementara,” kata para peneliti. (mtr/hm24)