Wednesday, July 2, 2025
home_banner_first
SAHABAT PENDIDIKAN

Wamendikdasmen: 2,5 Juta Anak Indonesia Alami Gangguan Mental Serius

journalist-avatar-top
Selasa, 1 Juli 2025 19.29
wamendikdasmen_25_juta_anak_indonesia_alami_gangguan_mental_serius_

Ilustrasi. (f: ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait kesehatan mental remaja Indonesia. Sebanyak 15,5 juta remaja mengalami stres, kecemasan, dan tekanan psikologis. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,5 juta atau 5,5 persen di antaranya menderita gangguan mental serius, termasuk depresi dan kecenderungan menyakiti diri sendiri.

“Jika sudah masuk kategori mental disorder, itu sudah berat. Tapi yang mendapat konseling baru sekitar 2,5 persen dari total yang terdampak,” ujar Fajar saat menghadiri kegiatan di Medan, Selasa (1/7/2025).

Ia menambahkan, sekitar 34,9 persen anak usia 10 hingga 17 tahun mengalami masalah kesehatan mental yang memengaruhi konsentrasi dan semangat belajar mereka. Meski sebagian besar kasus bersifat ringan dan dapat disembuhkan melalui konseling, olahraga, atau motivasi, penyebabnya perlu diwaspadai.

Gawai Jadi Pemicu Utama

Menurut Fajar, salah satu penyebab terbesar meningkatnya gangguan mental anak adalah kecanduan gawai. Ia menyebutkan rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 7 jam 22 menit per hari di depan layar, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan screen time tertinggi di dunia.

“Bahkan 33,4 persen anak usia 0–6 tahun sudah terpapar handphone. Ini memicu gangguan perkembangan mental sejak usia dini,” ucapnya.

Ia mencontohkan banyak anak kecil yang sudah terbiasa menonton YouTube atau TikTok sejak usia 1 tahun. Akibatnya, mereka menjadi kurang bersosialisasi, malas belajar, dan enggan beribadah.

“Ambil saja handphone-nya, mereka langsung ‘mati gaya’. Itu tanda kecanduan,” ujarnya.

Wamendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq. (f: susan/mistar)

Ancaman Brain Rot dan Stunting Otak

Fajar juga memperingatkan dampak jangka panjang dari kecanduan gawai yang disebut brain rot—kondisi penurunan fungsi kognitif akibat terlalu lama menatap layar.

“Usia sekolah dasar seharusnya jadi masa tumbuh kembang otak. Tapi karena kecanduan handphone, kemampuan kognitif anak menurun. Otaknya tidak berkembang, bahkan bisa membusuk secara fungsi,” katanya

Fajar menekankan persoalan ini menjadi alasan utama pemerintah mendorong sejumlah program prioritas, termasuk literasi digital, edukasi kesehatan mental, serta penguatan peran keluarga dan sekolah. (susan/hm24)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN