PAKTA Nilai Sekolah Lima Hari Tidak Relevan di Daerah 3T, Ini Penjelasannya

Direktur Eksekutif PAKTA Indonesia, Junaidi Malik (foto: susan/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Direktur Eksekutif Pusat Advokasi Kepedulian terhadap Perempuan dan Anak (PAKTA) Indonesia, Junaidi Malik, menilai penerapan sekolah lima hari tidak relevan bagi daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Menurutnya, konsep ini lebih cocok untuk wilayah perkotaan, sementara anak-anak di daerah pedalaman justru akan kehilangan peran penting dalam membantu ekonomi keluarga.
Salah satu dari daerah 3T tersebut adalah Nias. Junaidi mengatakan, ada sebuah kecamatan di Nias Selatan yang bahkan akses penyeberangan menggunakan kapal feri saja hanya tersedia sekali seminggu.
Ia mencontohkan, sebelum adanya aturan sekolah lima hari, anak-anak di daerah tersebut masih bisa pulang dan membantu orang tua bercocok tanam atau melaut untuk menambah ekonomi keluarga. Namun, dengan jam sekolah dari pukul 07.30 WIB sampai 15.30 WIB bahkan ada yang hingga 16.00 WIB, kebiasaan itu hilang.
“Padahal dengan ketika pulang sekolah, lalu pergi ke ladang bisa menambah ekonomi keluarga mereka dengan bercocok tanam, berladang, bertani dan sebagainya,” ucapnya di Podcast Mistar, Rabu (1/10/2025).
Tak hanya itu, guru-guru yang memiliki balita, berstatus orang tunggal atau bahkan pasangan yang sama-sama bekerja bahkan memiliki dual pekerjaan, juga turut terdampak akan kebijakan ini.
“Kalau mau jujur, masih banyak negatifnya. Harus segera dilakukan evaluasi mendalam. Sesuai dengan semangat Pak Menteri soal deep learning, pembelajaran mendalam, maka kebijakan ini pun butuh evaluasi yang mendalam,” katanya.
Ia juga menilai pelaksanaan program ini terkesan terburu-buru. Kebijakan baru diumumkan pada Juni, namun langsung dijalankan pada Juli tanpa regulasi yang jelas. Bahkan, lanjut Junaidi, sejumlah wakil rakyat pun kaget saat mendengar kebijakan ini dikeluarkan.
Meski begitu, Junaidi tetap mengapresiasi niat baik pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, ia mengingatkan agar evaluasi serius segera dilakukan, sehingga tujuan besar melahirkan generasi emas 2045 benar-benar tercapai.
“Sehingga ketika dievaluasi, pihak sekolah, masyarakat, keluarga betul-betul tumbuh bersama. Mendorong upaya penerapan lima hari sekolah dengan maksimal dan kita akan bahagia karena punya anak-anak yang jadi unggulan sesuai dengan kecerdasannya,” tutur Junaidi.
“Mudah-mudahan ketika keterlibatan orang tua sebagai keluarga, kita tahu bahwa rumah kedua sekolah, rumah pertama adalah keluarga. Kalau ini kolaborasi, saya rasa kita akan melahirkan generasi emas Indonesia pada tahun 2045 yang salah satunya mungkin banyak dari Sumatera Utara,” ucapnya.